Mohon tunggu...
ary prakasa
ary prakasa Mohon Tunggu... -

Seorang yang ingin tahu tentang dunia jurnalistik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidit...Tidit... Part 1

31 Maret 2014   05:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:16 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Apa maksudmu, Flay? Flynn masih hidup. Lihat ini.” Seraya mengatakan itu, Luna mengambil ponselnya dengan tangan yang gemetaran hebat.
Lalu ia menunjukkan sms dari Flynn. Ia memperlihatkan semua sms itu pada Flay.
“Maksud kamu ini Lun?!” Flay juga mengeluarkan sebuah ponsel.
Ponsel itu amat Luna kenal. Warna hijau dengan garis putih di tengahnya. Itu milik Flynn.
“B—Bagaimana?! Apa! Maksudnya!?” Luna bingung.
“Semua sms sms itu aku yang mengirimnya, Lun.”
“Sejak kapan?”
“Sejak Ia pergi keluar kota. Ia meninggal setelah beberapa hari ia berangkat.”
“Itu… sudah satu setengah tahun.” Jawab Luna lemas

Matanya kini terlihat kelam. Wajahnya Lesu. Ia seolah setengah sadar. Pandangannya tidak menuju manapun. Ya. Luna saat ini sedang memutar balik memory yang ada di ingatannya. Kenangan itu, tawa itu, tangisan itu, senyuman itu, tak sadar telah membuatnya mengalirkan air mata. Tanpa ada isak tangis, air mata itu terus mengalir. Hujan mulai turun, dan membasahi mereka dengan cepat. Kini tak ada yang tahu, sudah berapa banyak air mata yang Luna luapkan. Awalnya air mata itu ia simpan untuk tangisan kebahagiaannya, tapi ia malah mengeluarkannya untuk kepahitan ingatan yang menggores relung hatinya.

Pakaian mereka basah. Tak satu pun dari mereka beranjak pergi. Mereka terdiam seperti patung. Tidak tahu apakah Flay juga menangis dikala itu juga. Yang jelas, kesenduan telah menyelimuti keduanya saat ini. Setelah beberapa menit terdiam di dalam hujan yang tak begitu deras lagi. Flasy memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu

“Lun, Aku akan beritahu semuanya. Apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa aku berbohong. Mengapa bisa seperti ini. Aku akan jelaskan semuanya, Lun!”
Luna tak merespon. Ia terlalu larut dalam kesedihannya.
“Itu semua bermula ketika perpisahan itu, Saat perpisahan dengan murid kelas XII. Di hari yang penuh dengan bunga…”
Ya, Di hari yang penuh dengan bunga yang terkembang lebar di angkasa. White Carnivals…

To be Continued…


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun