Mohon tunggu...
ary prakasa
ary prakasa Mohon Tunggu... -

Seorang yang ingin tahu tentang dunia jurnalistik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidit...Tidit... Part 1

31 Maret 2014   05:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:16 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jarak antara mereka mulai mengecil. Terus mengecil. Dan tibalah Luna di sana. Satu meter ia berdiri dari pria hijau itu. Luna hanya bisa melihat punggungnya. Luna tak sanggup berbicara. Ia hanya menatap punggung pria itu. Ia jadi begitu nervous. Tangannya memengang erat roknya. Bibirnya terkunci rapat. Keberaniannya tak jua muncul.

“Jika kau mengatakan apa yang kau rasakan, maka perasaanmu itu akan sampai pada orang lain dan mereka akan mendengarnya. Itu pasti! Iya kan, Luna?!” Sambil lelaki itu berkata, ia membalikkan badan menghadap gadis jelita itu.

Seketika itu cuaca menjadi mendung. Langit biru itu, kini kusam. Tak ada siulan burung yang centil. Tak ada ringkikan jangkrik. Hanya angin yang mulai membawa suhu rendah. Wajah lelaki itu tertutup oleh bayangan awan. Namun, setebal apapun itu, Luna tahu betul siapa dia.
Air matanya yang mengalir tiba tiba berhenti. Ia hanya terbengong. Terkejut.

“F—Flay!”
“Yo!” Respon pria hijau itu yang ternyata bukan sosok yang diinginkan Luna.
Sambil mengelap air matanya, ia coba menahan emosi yang tadinya hendak meluap. Ia coba tuk menatapnya dengan tatapan yang biasa.
“K—Kenapa kau disini, Flay!? Bukannya kau ada mata kuliahan tambahan?” Sentak wanita berhijab itu dengan intonasi agak terbata.
“Itu… eh, anu—”
“Hmm, jangan jangan kalian buat kejutan lagi ya. Aku benci kejutan. Apa lagi kalau kejutan yang kalian rancang. Pasti menyakitkan hati. Nusuk banget!” Jelas Luna bak guru sejarah.

Memang dari dulu, Flynn dan Flay selalu buat Luna menangis. Namun Flynn lah yang menenangkannya di saat ia terlalu keras menangis. Kejadian itu kira kira sudah sekitar tiga tahun. Awal dari pertemuan mereka adalah ketika Luna menjatuhkan ponselnya ke sungai dangkal dekat sekolah. Flynn datang dan menolongnya. Sejak saat itu mereka berdua mulai dekat. Kalau Flay, Ia merupakan adik angkat Flynn. Ia masuk ke sekolah disaat Flynn kelas XII. Dan di saat itu Luna dan Flay satu angkatan. Dan itu membuat mereka bertiga menjadi benar benar akrab.

Luna begitu antusias menunggu respon Flay. Namun Flay hanya terdiam. Tertunduk. Seketika itu suasana menjadi mati. Angin mulai berhembus kencang. Langit mulai pekat. Tampak kilatan telah mempotret mereka berulang ulang.


“Hey, Flay. Kenapa malah diam…, Biasanya kamu akan ribut dan beradu argumen yang gak penting. Tapi, kenapa malah diam?” Luna berusaha memecahkan kesenjangan waktu.
Namun Flay tetap belum merespon. Ia hanya tertunduk. Wajah Luna tampak cemberut dengan dahinya mengerut.
“Aku akan beritahu sesuatu yang spesial. Asal kamu mau janji sesuatu padaku? Gimana?”
Flay akhirnya mulai membuka mulut lagi. Mendengar itu, Luna hanya mengangguk. Tapi sebelum itu, tampak sekilas wajah Luna yang penuh kekecewaan. Flay tahu betul maksud dari ekspresinya itu. Dalam sekejap itu juga, Luna berubah menjadi riang kembali.

“Lun, sebenarnya…”
“hmm…”
Mata Flay menjadi liar. Ia seolah olah tak mau menatap Luna.
“Sebenarnya…”
“Kamu mencintaiku..” Sambung Luna dengan suara mengejeknya dan diikuti dengan gelak tawanya.
“B—Bukan itu!” Flay melayangkan statement keras.
“Sok kejam! Merah pun pipi itu…” Goda Luna

Luna tidak tahu persis bagaimana perasaan Flay padanya. Ia suka menebak nebak dan membuat Flay terkadang terkejut. Suasana mulai hening kembali. Kali ini, awan lebih tebal. Tampaknya Flay harus cepat.

“Lun, kamu janji ya kamu gak akan nangis?”
Setelah Flay bertanya. Luna malah asyik melirik ke sana kemari. Matanya liar. Entah apa yang ia cari.
“Lun!” Flay memegang bahu Luna sekejap lalu melepasnya lagi. Ia bermaksud agar Luna menjadi serius.
“Iya.. iya.. Aku Janji.” Balas gadis itu santai
Flay melanjutkan bicaranya
“Sebenarnya…”
“hm”
“Sebenarnya…”
“…”
“Sebenarnya Kak Flynn telah MATI!” Dengan kuat Flay berteriak disertai bunyi Guntur yang keras.
“!”

Mendengar hal itu, wajah Luna berhenti berekspresi. Ia coba tuk menyanggah Flay.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun