Mohon tunggu...
ary prakasa
ary prakasa Mohon Tunggu... -

Seorang yang ingin tahu tentang dunia jurnalistik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidit...Tidit... Part 1

31 Maret 2014   05:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:16 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keheningan pun tiba menyelubungi Lingkungan sekitar tempat ia berdiri. Sang mentari pun mulai menarik selimut tebal miliknya. Cuaca pun mendung.

Tak lama ia berdiam diri, lalu ia langsung berlari menyusuri tangga menyusuri tempat itu. Langkahnya yang tanpa henti itu tak terlihat lelah sedikitpun. Semangat dan kekuatan yang ia miliki saat ini seolah olah seperti para pejuang kemerdekaan, yang tak gencar pada apapun. Menakjubkan.

Dalam beberapa menit ia telah tiba di bagian tengah dari tempat ini. Di tengah tempat ini terlihat begitu menawan, walau pondok dan rumah di sini tak ada lagi yang menempati, namun masih cukup terawat. Di sebelah barat tempat ini, terdapat sungai kecil yang dangkal. Dasarnya bisa terlihat jelas. Tinggi airnya sekitar semata kaki. Di sebelah timur tempat ini terdapat sebuah panorama kota yang terlihat begitu indah. Namun mendung menutupi keindahan itu.

Sekitar 180 meter lagi, ia akan tiba di pohon itu. Namun dengan menggunakan jalan pintas, ia bisa memendekkan jarak menjadi 90 meter. Luna dengan segera menuju ke jalan pintas yang ia ketahui itu. Namun…
“Aduh! Gawat!” jerit gadis belia itu dalam hatinya ketika ia melihat bahwa rute itu telah ditutup oleh bebatuan dan tanah. Tanpa pikir panjang, ia terpaksa menelusuri rute yang biasa. Walau begitu, keceriaan di wajahnya tidak bergeser sedikit pun. Dengan lincah ia terus menelusuri jalan itu dan meninggalkan jejak kaki di tanah basah.

Pohon merah muda yang besar itu kini hanya sebuah kayu besar nan lapuk. Batangnya tak lagi sekeras dahulu. Rantingnya tak lagi dipenuhi dedaunan. Kerindangan telah hilang.


“Kini tak ada lagi yang akan mau berdiri di bawah naunganmu, wahai pohon tua” terdengar suara dari sesosok lelaki yang berdiri di dekat pohon itu.

Tangannya ia letakkan di batang pohon seolah ia sedang berkomunikasi dengan pohon itu dan berusaha merasakan kehidupannya. Namun pohon tak meresponnya. Bukan tak ingin, tapi tak bisa.

11.44
Luna tiba di tempat itu. Tempat dimana pohon itu berada. Ia masih belum bisa menegakkan badannya karena kelelahan. Nafasnya masih tidak teratur. Keringat itu tak lagi ia seka dengan tangannya. Melainkan handuk untuk mengelap keringatnya.

Perlahan ia mulai menegakkan badannya. Kelelahan tak lagi tampak di wajahnya. Sekarang hanya senyumanlah yang menghiasi wajah gadis cantik itu. Matanya berbinar. Pandangannya terpaku pada satu hal. Pria yang berdiri dengan topi hijau di kepalanya. Berjaket hijau dan celana jeans hijau pekat. Serba hijau kecuali baju kaos nya, yang berwarna putih.

Luna mulai berjalan perlahan mendekati pria itu. Ia tidak dapat melihat wajahnya karena pria itu searah dengannya. Ia terus mendekati tanpa ada kebimbangan hati. Matanya begitu bening tanpa keraguan. Langkahnya pun perlahan semakin cepat. Tak sabar lagi, tak tahan lagi, dan tak sanggup lagi Luna menahan kerinduan yang telah lama terpendam. Rindunya terhadap Flynn begitu besar. Sehingga kecepatan Luna dalam melangkah begitu cepat dan penuh hasrat. Air mata tampak menyertai langkahnya. Berderaian jatuh ke tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun