Mohon tunggu...
AL Wijaya
AL Wijaya Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis "Target Pertama", "As You Know", "Kembali ke Awal"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Batas (Bab 8)

5 Juni 2019   03:46 Diperbarui: 5 Juni 2019   03:47 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maksudku... Gara-gara aku, orang tuaku meninggal. Hari itu, adalah hari ulang tahunku yang ke-17. Kebetulan orang tuaku sedang menangani pasien di desa sebelah. Saat itu aku menelpon mereka mengatakan: Jika ayah dan ibu tidak pulang hari ini juga, maka aku tidak akan bicara pada kalian selamanya!" Satu per satu air mata mulai menetes dari pelupuk mata Ari. "Akhirnya mereka memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan mereka untuk bergegas kembali ke Artapuri. Karena terburu-buru, mereka tak fokus berkendara. Saat melewati rel tanpa palang, mobil yang mereka tumpangi tersambar oleh kereta yang sedang melintas."

Melani langsung mendekati Ari lalu duduk di sampingnya. Melani menggenggam tangan Ari erat. Memberinya kekuatan.

"Ternyata ucapanku menjadi kenyataan. Aku benar-benar tak bisa lagi berbicara pada mereka..." Ari menangis sesenggukan. "Aku sungguh egois. Aku menyesal telah melakukannya."

"Ari...." Melani membelai pundak Ari halus.

"Itu sebabnya aku sangat sensitif jika orang mengungkit soal kematian orang tuaku. Aku merasa sangat bersalah. Aku bodoh. Aku tak berguna."

"Tidak... Tidak, Ari...." Melani berusaha menengkan Ari. Ia mengusap air mata di pipi Ari. "Dunia memang memiliki sejuta cara untuk menjatuhkan kita. Tapi kita harus melawannya. Jangan berkubang dalam masa lalu. Kau harus lawan perasaan bersalah itu. Menyalahkan dirimu takkan membuat orang tuamu kembali. Aku yakin mereka ingin melihatmu melanjutkan hidupmu. Hidup soal berjalan, bukan berhenti di satu titik."


Ari mengusap air matanya sendiri.

"Sebagai dua orang yang pernah tersakiti oleh kenyataan, kita harus berjanji untuk saling menguatkan ya."

Melani membangkitkan semangat keduanya. Ia menepuk pundak Ari. "Kita harus melawan rasa sakit dalam diri kita. Kita harus menemukan kebahagiaan."

Mendengar kata-kata dari Melani, hati Ari merasa tenang. Melani benar. Ia benar-benar harus keluar dari situasi ini. Ari pun melirik Melani.

"Untuk hidup yang lebih baik." Ari mengarahkan kelingkingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun