Abi terdiam. Kecewa.
Tekadnya belum padam. Besok, ia akan mencoba lagi, masih dengan harapan yang sama.
Demi mendapatkan kolak pisang dan ubi---rasa yang selalu membawanya kembali ke rumah---Abi terus berburu takjil setiap sore. Namun, meski akhirnya berhasil mendapatkan kolak, rasanya selalu berbeda dari yang ia harapkan.
Ada yang santannya terlalu encer, ada yang gula arennya hanya sedikit, ada yang isiannya terlalu banyak hingga terasa asing di lidahnya. Beberapa bahkan menambahkan kolang-kaling dan biji salak yang tidak pernah ada dalam kolak buatan ibunya. Setiap kali mencicipinya, Abi hanya bisa menghela napas.
Tapi ia belum menyerah.
Malam itu, Abi kembali menelepon ibunya.
"Bu, Abi kangen kolak Ibu."
"Loh, belum makan kolak di sana?"
"Udah, tapi beda, Bu. Kolaknya aneh-aneh, nggak ada yang kayak buatan Ibu."
Ibunya tertawa kecil. "Kalau nyari yang persis, ya nggak akan ketemu, Nak."
Abi terdiam. "Tapi, Bu... Abi kangen banget."