Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Merauke Setelah 13 Tahun

26 Juli 2022   10:16 Diperbarui: 26 Juli 2022   10:31 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jaminan dari Subagio membuat warga muslim mempercayainya. Dalam proses selanjutnya, warga muslim justru mendorong anak-anak mereka ikut ke dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan WVI. Termasuk di antaranya perayaan Hari Anak Nasional yang fenomenal di atas.

Di depan Gereja Katolik terdapat balai yang dibangun oleh WVI. Sebuah gedung permanen. Sebagai Pusat Belajar Masyarakat. Staf WVI untuk urusan Kumbe dan sekitarnya pernah tinggal di sini. Sampai program dinyatakan berakhir. Tetapi gedung belum dimanfaatkan lagi. Diserahkan kepada gereja.

WVI ini lembaga yang tak punya hak kepemilikan atas aset. Barangkali sudah digariskan demikian dalam AD/ART-nya. Jadi begitu program selesai di suatu tempat, barang-barang dilelang atau dihibahkan saja. Seperti terjadi di Meroke selama dua minggu penulis di sana. Mobil, motor, PC, meja, kursi ada yang dilelang. Kamera dan barang-barang lain dihibahkan.

Harga lelang pun kelewat miring. Kantor WVI di Gang Sahabat selalu ramai dalam dua minggu itu. Saya kenal Sr. Rosalia, PRR di sana. Beliau menyewa mobil pick up untuk mengangkut meja-kursi hasil menang lelang dan barang hibah. Waktu saya ke SD Theresia Kelapa Lima yang dipimpinnya, "Ini Pak Alex duduk di atas kursi hasil menang lelang di WVI," ujar biarawati asal Ende Flores itu. Ia tertawa.

Saya berfoto di depan Gereja Katolik Kumbe. Posting ke dinding facebook. Entah sedang berada di Jayapura atau Tiom di Kabupaten Lanny Jaya, sahabat saya Yohanis Philips "Ais" Reawaruw kirim komentar. Ah, ternyata kawan ini anak Kumbe. Besar di sana. Bahkan ia menikah di GPI Ora et Labora Kumbe.

Saya kenal Bung Ais di Jayapura beberapa tahun silam. Dalam rangka wawancara untuk menulis biografi Pak Chris Sohilait (Beta Papua: Kisah Hidup dan Pengabdian Chris Sohilait). Bung Ais kakak kelas Pak Chris di Sekolah Tinggi Teknik Jayapura (STTJ). Sekarang menjadi USTJ, Universitas Sains dan Teknologi Jayapura. Kampusnya di bilangan Abepura. Malam-malam kami ditraktir Pak Chris makan papeda di Cafe Blue Ocean bersama alumnus USTJ yang lain. Kali itu saya baru dengar Pak Chris tarik suara. Ah, mana ada orang Ambon tidak bisa menyanyi, kawan?

=000=

Barangkali Anda bertanya-tanya, di mana tulisan tentang HIV-AIDS? Bukankah Meroke pernah melambung namanya ke pentas nasional gara-gara persoalan ini? Ngeri-ngeri sedap juga saya menulisnya.

Saya jumpa Pastor Apolinaris "Miller" Senduk, MSC. Anggota Kongregasi Hati Kudus Yesus. Dua puluh tahun sudah dia berkarya di Meroke. Pernah menjabat Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Meroke (2010-2017). Pernah pula menjadi Sekretaris Uskup. Sekarang ia fokus mendampingi Kelompok Muda Katolik.

Menurut dia, Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) di Merauke seolah-olah turun angkanya. Sebab kini yang terungkap ke publik paling tinggi angkanya dipegang Manokwari.

"Tapi yang sesungguhnya terjadi adalah penularan AIDS di Merauke sudah melalui ibu ke anaknya. Sudah masuk ke rumah tangga," kata dia. Bagi Pastor Miller, ini sudah lampu merah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun