Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Merauke Setelah 13 Tahun

26 Juli 2022   10:16 Diperbarui: 26 Juli 2022   10:31 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baginya menangis perkara gampang. "Hidup saya sudah penuh air mata. Jadi saya tinggal pikir ulang semua kesedihan itu, air mata jatuh sudah. Atau paling mudah lagi kalau sa pikir Mama di Tanah Merah. Beliau sendiri. Dan tunanetra," suara Nato tercekat.

Akting dalam sketsa Mop Epen Cupen melambungkan nama Nato, Dody, Cello dan Cecil. Padahal mereka semua bukan komedian. Artinya, apa yang mereka perankan dalam video dan bikin orang banyak ngakak itu adalah kehidupan sehari-hari di sana. Setelah bermain dalam beberapa episode, datang tawaran dari sebuah PH untuk dibuatkan film. Jadilah film Epen Cupen the Movies. Semua terlibat di dalamnya. Nato jadi kepala penjahat dalam film itu.

=000=

Tahun 2006 saya pernah ke Meroke. Sebagai wartawan muda. Di Yogyakarta. Di Majalah Bahana. Tetapi hanya singgah sehari di Meroke, sebelum dengan pesawat MAF terbang ke Pantai Kasuari (PK). Bersama Johny Noya, Pricilla Christin, Herio Hattu, Jonson Tobing, Sisil Welu dan beberapa yang lain. Johny Noya sebagai kepala ADP Pantai Kasuari. Sekarang Johny kepala WVI di AP Sikka, Flores, setelah sebelumnya memimpin ADP Port Numbay di Jayapura. 

foto-1-62df5f703555e4423f44b7f2.jpg
foto-1-62df5f703555e4423f44b7f2.jpg
Waktu itu saya diutus Bahana untuk meliput kerja Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) yang sudah membuka ADP di sana. Untuk mengetuk hati para pendonor lokal menyumbang bagi proyek pendidikan dan kesehatan di sana. Meskipun disokong oleh World Vision, pembiayaan ADP PK 75 persen dari dana lokal.

Di Pantai Kasuari sudah menanti Andri Sadu dan Sam Wambrauw. Belakangan saya tahu Andri pulang ke Manggarai, sementara Om Sam tetap bertahan di Kamur, Pantai Kasuari sebagai guru PNS. Sementara Sisil mengajar di salah satu SMP di Meroke, sedikit di luar kota.

Kami berkeliling. Menyusuri Sungai Kronkel. Masuk Primapun dan Airo. Lalu balik ke Basim. Saya jumpa Pastor Bavo di Basim. Teman saya Ansel Kahan yang suka bertualang ke hutan-hutan Papua, ternyata ketemu beliau di Basim juga. Sampai sekarang kabarnya beliau masih pegang paroki di sana. Rupanya Basim susah melepasnya pergi!

Waktu ke Primapun itu, saya dan Johny Noya ambil kesempatan. Speedboat kami pacu ke arah Airo. Untuk ketemu Stef Sumardi. Guru di SD Airo. Orang Lampung keturunan Jawa. Dia kader WVI. Tahun 2017 lalu saya dengar kabar dan baca di beberapa media online kalau Pak Stef tewas dalam kecelakan di Laut Aru. Kapal motor yang mereka tumpangi dihantam gelombang tinggi. Beberapa orang meninggal bersamanya. Rest in Peace Pak Guru Stef. Semoga karena kerahiman Allah kita boleh jumpa lagi di surga!

Waktu di Meroke itu yang mencolok mata adalah "Bapak Rambut Putih". Aloysius Bambang. Kepala ADP Maro. Habis makan kami "bertanding" merokok. Sambung-menyambung. Sambil cerita tentang tokoh-tokoh di sana. Rupanya Pak Alo tahu betul "isi dalam" hampir semua tokoh di Meroke. Dari perilaku mereka yang paling amis hingga yang harum-wangi. Seperti buku terbuka saja orang-orang ini di hadapan beliau.

Jauh hari setelah itu, saya tahu alasan beliau dipilih sebagai kepala ADP Maro.

Pasalnya, saya jumpa Roriwo "Iwo" Karetji, zonal manager WVI Papua yang pensiun pada 2013. Dia buka kartu. Ceritanya, waktu WVI masuk Meroke, Gereja Katolik seperti berat hati menerima lembaga ini. Soalnya WVI terlanjur identik dengan Protestan. Sementara Meroke mayoritas penduduknya beragama Katolik. Gereja Katolik punya pengaruh besar di sana. Demikian pula banyak petinggi beragama Katolik menduduki posisi kunci di pemerintahan. Persoalan ini menurut Roriwo harus bisa dipecahkan.

"Saya datang ke Uskup Leo (Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM) di Jayapura dan tanya, siapa yang bisa kami angkat sebagai pimpinan WVI di Meroke? Beliau hanya kasih satu nama yakni Pak Alo Bambang. Beliau masih Ketua Delsos (Keuskupan Agung Merauke) waktu itu. Ya sudah, kami telepon dan tawari jabatan itu. Kalau tidak salah beliau minta waktu beberapa minggu untuk memberi jawaban. Tetapi akhirnya setuju. WVI bisa leluasa dan diterima di Meroke," jelas Roriwo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun