Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Merauke Setelah 13 Tahun

26 Juli 2022   10:16 Diperbarui: 26 Juli 2022   10:31 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kembali ke Jawa, berselang setahun, saya dan Bung Hendy (Yohanes K. Herdiyanto-CDC WVI Maro, kini menjadi dosen di Universitas Udayana Bali) janjian ke Purwodadi, Jawa Tengah. Ketemu Pak Bambang dan keluarga. Kalau tidak salah istri beliau orang Purwodadi, sementara Pak Bambang sendiri adalah anak dari kaki Gunung Merbabu. Dari daerah Sawangan. Tak jauh dari Muntilan. Bertepatan Hendy sedang dalam proses berpindah tugas ke Rote, NTT. Mengurus petani rumput laut di sana. Masih dalam WVI. Kami berboncengan motor dari Yogyakarta.

Saya ingat, sejak dari Solo kami telah kuyup. Pandangan hanya dua meter ke depan. Malam sangat gelap. Pekat. Hujan lebat! Apalagi waktu masuk hutan-hutan jati menjelang Purwodadi. Lampu motor tak mampu menembus hitamnya malam. Patokan kami hanya garis putih yang membagi dua jalan raya. Itu yang kami ikuti sampai tiba di Purwodadi. Esok pagi saya lanjutkan perjalanan ke Rembang. Dan belum lagi jumpa Hendy sampai kini. Kecuali saling sapa lewat FB.

Waktu menjadi Pimred harian Bintang Papua di Jayapura, terjadi KLB Campak di Asmat. Itu Januari 2018. Saya telepon Pak Bambang, minta nama yang bisa saya wawancarai. Dia kirim beberapa nama,  lengkap dengan jabatan dan nomer kontak mereka. Juga dengan pesan yang spesifik tentang karakter mereka. "Kalau si anu...jangan tanya tentang hal ini," pesan beliau.

Nama Pak Alo kami singgung lagi waktu saya ketemu Marthen Sambo di Bangi Kopithiam Kotaraja di dekat Putaran Abepura. Itu bulan Mei 2019. Saya sedang di Jayapura dalam rangka "belanja" bahan untuk penulisan sejarah 25 tahun RS Dian Harapan.  Kami sedang merancang rencana ke Meroke. Salah satu narasumber dalam catatan saya adalah beliau.

"Tapi Pak Alo sedang sakit. Mas Joko (Wahyu Joko Susilantara) ada dampingi beliau untuk berobat ke Semarang," kata Marthen.

                                                            =000=

Awal Juni. Setelah beberapa minggu di Meroke, saya perlu singgah di Jayapura. Untuk wawancara dan ambil keterangan tambahan tentang karya WVI.  Malam-malam kami  jumpa Roriwo Karetji di Kopithiam di depan bundaran Abepura.  Saya datang bersama Eninofa Rambe dan Mian Panjaitan. Keduanya staf WVI. Bung Iwo bercerita tentang pemakaman Pak Alo Bambang. Di kampung halamannya. Di Sawangan. Di kaki Gunung Merbabu!

"...Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah."---Yohanes 12: 24.

=000=

Sabtu 8 Juni 2019. Hari ketiga lebaran. Kami menuju Kumbe. Melewati jalan yang jauh. Sekitar tiga jam perjalanan. Karena jalan yang lebih dekat telah rusak. Tidak bisa lagi dilewati mobil. Akibat dihantam banjir dan abrasi. Padahal kalau lewat jalur pendek, sekitar satu setengah jam saja. Meskipun harus menyeberang Sungai Kumbe. Naik 'belang' yakni kapal kayu yang menyerupai fungsi ferry penyeberangan. Bisa muat mobil dan motor. Sekitar 20 menit saja.

Sebenarnya rencana ke Kumbe sudah dirancang pada minggu terakhir Mei. Sebab di sana ada beberapa guru yang pernah dilatih dan didampingi WVI. Tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan metode PAKEM. Mereka perlu diwawancarai. Juga ada SD YPPK Santa Theresia. Milik yayasan Katolik. Sekolah ini salah satu binaan WVI.

foto-7-62df5fe7a51c6f5c581fadb4.jpg
foto-7-62df5fe7a51c6f5c581fadb4.jpg
Perayaan Hari Anak Nasional pernah dipusatkan di SD Santa Theresia. Para staf dan orang-orang yang kami jumpai masih ingat peristiwa itu. Padahal sudah sekitar sepuluh tahun lewat. Karya baik pasti selalu dikenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun