Mohon tunggu...
Akaha Taufan Aminudin
Akaha Taufan Aminudin Mohon Tunggu... Sastrawan

Koordinator Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa di Negara Maju Aturan "Kerugian Negara" tak menjadi bagian dari Korupsi?

4 Oktober 2025   08:07 Diperbarui: 4 Oktober 2025   08:07 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo Denny JA Ketua Umum SATUPENA PUSAT 

Model ini memberi ruang inovasi. Pejabat berani melompat karena dilindungi proses, bukan dihukum hasil.

Awalnya business judgment rule lahir di ranah korporasi. Namun logikanya relevan ke sektor publik: fokus pada proses pengambilan keputusan yang wajar dan beritikad baik.

Dengan itu, garis tegas dapat ditegakkan antara risiko kebijakan sah dan tindak pidana korupsi.

"Secara filosofis, kriminalisasi 'kerugian negara' mengaburkan batas antara kejahatan korupsi dan risiko kebijakan yang sah.

Hukum yang menghukum kegagalan --- bukan niat jahat --- melanggar prinsip keadilan retributif. Ia menyamakan kesalahan administratif dengan kriminalitas terencana.

Paradigma ini menciptakan dilema etis: negara menjadi penjara inovasi, pejabat memilih stagnasi aman ketimbang lompatan progresif yang berisiko.

Padahal esensi korupsi adalah penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan pribadi, bukan kegagalan kalkulasi demi kepentingan publik."

-000-

Mengapa Indonesia memasukkan kerugian negara sebagai unsur korupsi?

Pertama, warisan kolonial. Wetboek van Strafrecht Belanda sudah mengenal ambtelijke corruptie (korupsi jabatan) dan verduistering (penggelapan). Sejak itu, penyimpangan kas negara dipandang sebagai pengkhianatan publik.

Kedua, pasca kemerdekaan. Orde Lama dan Orde Baru menempatkan keuangan negara sebagai simbol kedaulatan. Setiap penyimpangan anggaran dianggap ancaman pada legitimasi negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun