Mohon tunggu...
Akaha Taufan Aminudin
Akaha Taufan Aminudin Mohon Tunggu... Sastrawan

Koordinator Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengapa di Negara Maju Aturan "Kerugian Negara" tak menjadi bagian dari Korupsi?

4 Oktober 2025   08:07 Diperbarui: 4 Oktober 2025   08:07 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo Denny JA Ketua Umum SATUPENA PUSAT 

1. Ambiguitas Pengukuran

Nilai kerugian negara tidak pernah pasti. Hari ini bisa rugi karena kurs, esok bisa untung karena harga naik. Seperti pedagang pasar: harga cabai naik-turun, tidak bisa dijadikan bukti kriminal.

2. Mengabaikan Keniscayaan Rugi

Dalam bisnis, kerugian itu biasa. Bahkan perusahaan besar pun pernah gagal. Jika pejabat negara tidak diberi ruang gagal, ia akan memilih aman, menolak berinovasi, dan akhirnya masyarakat kehilangan peluang kemajuan.

3. Kriminalisasi Keputusan Administratif

Kesalahan manajerial --- misalnya salah perhitungan biaya atau jadwal proyek molor --- bisa dijerat seolah-olah korupsi. Padahal itu beda jauh: salah hitung bukan berarti mencuri. Sama seperti murid salah hitung matematika, bukan kriminal.

4. Ketidakpastian Hukum & Over-Penuntutan

Seorang pejabat membuat keputusan hari ini dengan niat baik. Sepuluh tahun kemudian, ketika kondisi ekonomi berubah, keputusan itu bisa dianggap korupsi. Situasi ini membuat pejabat hidup dalam ketakutan, selalu was-was.

5. Mengabaikan Integritas

Hakikat korupsi adalah niat jahat dan penyalahgunaan kekuasaan. Jika hanya angka kerugian dijadikan ukuran, pejabat yang jujur bisa dihukum, sementara niat busuk kadang lolos. Hukum jadi tidak adil dan menyesatkan.

Pihak kontra berargumen: unsur kerugian negara memberi batasan objektif untuk menjerat koruptor, apalagi saat pembuktian mens rea (niat buruk) sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun