Di AS, korupsi tidak didefinisikan sebagai "tindakan yang menimbulkan kerugian pada kas negara."
Fokus hukum federal adalah pada perbuatan itu sendiri: suap (bribery), penipuan layanan publik (honest services fraud), pemerasan (extortion), dan klaim palsu (false claims).
Contoh jelas ada pada 18 U.S. Code 201. Unsurnya: "secara korup memberi atau menerima sesuatu yang bernilai dengan niat mempengaruhi tindakan resmi."
Yang dipidana adalah niat dan perbuatan, bukan hasil akhirnya berupa kerugian negara.
Selain itu, False Claims Act (FCA) memungkinkan pemerintah menuntut ganti rugi atas klaim palsu. Namun kerugian negara di FCA diperlakukan sebagai dasar restitusi perdata, bukan elemen tindak pidana korupsi.
Putusan Snyder v. United States (2024) mempertegas: gratifikasi setelah tindakan resmi tidak otomatis bisa dipidana sebagai suap.
Apalagi hanya dengan asumsi ada kerugian negara. Tanpa bukti quid pro quo (sesuatu diberikan sebagai imbalan atas sesuatu), dan niat jahat, kerugian negara tidak cukup menjerat seseorang.
-000-
Di Jerman, dalam Strafgesetzbuch (KUHP Jerman), 331--335 mengatur Korruption: suap, gratifikasi, penyalahgunaan jabatan.
Fokus jaksa di Jerman tetap pada niat dan penyalahgunaan kekuasaan, bukan pada besarnya kerugian negara.
Di Singapura, Prevention of Corruption Act menitikberatkan pada perbuatan memberi atau menerima gratifikasi.