Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hapus Ambang Batas Parlemen: Harapan Baru Menuju Demokrasi yang Lebih Inklusif

1 Maret 2024   15:56 Diperbarui: 1 Maret 2024   15:56 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana saat Mahkamah Konstitusi menggelar sejumlah agenda sidang putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (29/2/2024)/kompas.id

Dengan adanya lebih banyak partai politik yang terlibat dalam pemilihan, terdapat potensi untuk terbentuknya koalisi yang lebih beragam dan kompleks. Hal ini dapat menghasilkan dinamika politik yang lebih rumit, di mana berbagai kepentingan dan pandangan politik harus diakomodasi untuk mencapai kesepakatan koalisi yang stabil.

Negosiasi antara partai politik untuk membentuk koalisi pemerintahan kemungkinan akan menjadi lebih alot. Setiap partai politik akan berusaha mempertahankan kepentingan dan agenda politik mereka sendiri, yang dapat menghasilkan perdebatan dan perselisihan yang kompleks. Proses negosiasi yang rumit ini kemungkinan akan membutuhkan waktu yang lebih lama, yang pada gilirannya dapat memperlambat proses pembentukan kabinet dan pembentukan pemerintahan. 

Selain itu, kompleksitas dalam dinamika koalisi pasca Pemilu juga dapat meningkatkan risiko terjadinya ketidakstabilan politik. Jika negosiasi antara partai politik tidak berhasil mencapai kesepakatan yang memadai, maka dapat timbul kevakuman politik atau bahkan kemungkinan adanya pemilihan ulang. 

Hal ini dapat mengganggu kelancaran proses pemerintahan dan mempengaruhi stabilitas politik negara. Secara keseluruhan, perubahan dalam dinamika koalisi pasca Pemilu 2029 berpotensi untuk lebih kompleks dan memicu negosiasi yang rumit. Hal ini dapat memperlambat proses pembentukan kabinet dan membawa dampak terhadap stabilitas politik negara. 

Oleh karena itu, penting untuk memiliki mekanisme yang kuat untuk menangani perubahan dalam dinamika politik dan memastikan terciptanya pemerintahan yang stabil dan efektif.

3. Adanya kekhawatiran terkait ketidakpastian stabilitas politik timbul karena adanya potensi fragmentasi politik dan kesulitan mencapai konsensus di parlemen. Ketidakpastian mengenai stabilitas politik muncul ketika terdapat perpecahan yang signifikan dalam spektrum politik, yang dapat mengakibatkan terbentuknya banyak kelompok atau fraksi politik yang saling bersaing. Fragmentasi politik ini dapat menyulitkan proses pengambilan keputusan di parlemen, karena berbagai kelompok memiliki pandangan dan kepentingan yang berbeda-beda.

Selain itu, kesulitan untuk mencapai konsensus di parlemen juga menjadi faktor yang memperumit proses pembentukan keputusan politik. Dengan adanya beragam pandangan dan kepentingan politik yang berbeda, terdapat risiko terjadinya kebuntuan dalam negosiasi dan penentuan arah kebijakan. 

Hal ini dapat menghambat kemajuan dalam proses pembentukan kebijakan yang dibutuhkan untuk menjawab berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi oleh negara. Ketidakpastian stabilitas politik dapat berdampak negatif terhadap kestabilan sosial dan ekonomi suatu negara. Investor dan pasar keuangan cenderung tidak menyukai ketidakpastian politik, yang dapat mengakibatkan volatilitas pasar dan penurunan kepercayaan investor. 

Selain itu, ketidakpastian politik juga dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga politik dan mengganggu jalannya pemerintahan yang efektif. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin politik dan anggota parlemen untuk bekerja sama secara konstruktif dalam mengatasi potensi fragmentasi politik dan kesulitan mencapai konsensus. 

Keterbukaan, dialog, dan kompromi menjadi kunci untuk mengatasi ketidakpastian stabilitas politik dan memastikan terciptanya pemerintahan yang stabil dan efektif untuk kepentingan bersama.

Penerapan pada Presidential Threshold

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun