Memang terlalu mudah menemukan aku. Bangka bukanlah pulau yang jauh dari Jakarta. Hanya 50 menit, sudah sampai. Hanya 20 menit pun sampai ke Sungailiat–kota kedua teramai di Pulau Bangka, setelah Pangkalpinang.
Kata “Sungailiat” bukanlah nama sebuah kota kecil yang tidak tertera pada peta nasional. Aku sudah mengenalkan daerah asalku melalui akun media sosialku, tentunya, tidaklah perlu merepotkan siapa pun mencarinya. Angkutan antarkota pun sangat mudah didapatkan. Ongkosnya pun tidaklah menjadi masalah krusial bagimu, ‘kan?
Dan, Pantai Rambak apalagi bukan dalam masa liburan, tentunya terlalu mudah untuk kamu kunjungi sekaligus menemui kesendirianku di pondok kayu ini. Pantai yang sedang berhari sepi, sendirilah aku di sini. Pantas saja ketika kusebut “Pantai Rambak”, seketika obrolan kamu putuskan.
Sebenarnya ketika kamu putuskan itu, ah, tapi, sudahlah. Lumatan bibirmu telah menyampaikan sebuah kenyataan yang tidak pernah terlintas di benakku sejak perjumpaan pertama di Kedai Kopi Paste di Mal Citraland itu. Perjumpaan pertama yang serta-merta kamu suguhkan tato mahkota di antara tengkuk dan punggung mulusmu.
Serta-merta pula aku membalikkan tubuhmu dengan sedikit mengelakkan kepala dari kalungan lenganmu di leherku. Sebelum kamu bertanya “kenapa”, segera kulumat mahkota yang tertera pada kulit mulusmu di antara tengku dan punggung. Kemudian kukecup seluruh permukaan kulitmu yang tidak tertutupi oleh kerah kausmu.
“Ah, ah, ah…” Lalu kamu mendesis. Aku tidak peduli karena kulit putih-mulusmu terlalu indah, dan tidak perlu kutambahi dengan pikiran selain menikmati fakta ini.