Lumatan bibir aku dan kamu adalah jembatan komunikasi-informasi tersingkat dan terhangat di dunia. Segala ingatan dan pertanyaan usang sudah tidak menjadi jurang yang menjaraki pikiran dan masa. Dengan kedua mata yang terpejam, aku dan kamu sengaja mengundang gelap merengkuh keseluruhan rasa yang bergemuruh seakan beradu dengan gemuruh ombak.
Terlebih pergulatan lidah antara aku dan kamu yang kemudian berkelindan seakan bibir pasir yang tidak puas berkecupan dengan bibir laut, dengan basah yang saling mengisi sebagai satu-kesatuan komunikasi-informasi yang sangat melekat-erat tanpa perlu menunggu himbauan dari kantor Kemeninfo.
“Woi! Oooom!”
Tiba-tiba terang menyambar kedua mataku ketika sebuah teriakan menendang gendang telingaku. Tak ayal aku menoleh ke sumber teriakan.
Di sana, sekitar 20 meter jaraknya, seorang anak laki-laki sekitar umur 10 tahun, berkaus tim kesebelasan Brazil, sedang duduk di atas sepeda mininya. Mulutnya tersumpal sebatang es lilin. Untung saja anak itu tidak sedang mengabadikan kegiatan aku dan kamu barusan melalui kamera ponsel.