Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis

Gemar membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

[Novel] Musamus Tubuh Kecil Jiwa Besar, Episode 05-06

4 Juli 2025   04:25 Diperbarui: 3 Juli 2025   18:41 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Cover Novel Tubuh Kecil Jiwa Besar (Dokumentasi Pribadi)

Jejak yang Menyala dalam Gelap

Malam merambat perlahan di Kampung Wasur, menetes dari pucuk-pucuk pohon eukaliptus ke atap-atap daun sagu. Tidak ada yang terburu-buru dalam gelap di sini. Bayangan-bayangan panjang dari siang hari kini berubah jadi bisikan dan denting sunyi. Tetapi malam ini, tanah tidak sekosong biasanya. Ada nyala halus di antara akar, samar namun tak bisa diabaikan.

Musamus berdiri di tepi jalur semut, di dekat tanah becek yang baru saja dilewati hujan petang tadi. Ia menunduk, memperhatikan kilatan lembut---seperti bara kecil yang tertanam di tanah. Setiap jejak yang ditinggalkan oleh sesamanya mengeluarkan cahaya merah temaram, seolah tanah sedang mengingat siapa yang telah melaluinya.

"Apakah kau lihat itu, Nyuwa?" bisik Musamus, setengah tak percaya.

Nyuwa mendekat, matanya membelalak. "Itu... bukan pantulan cahaya bulan. Itu jejak kita."

Pak Gala tiba, tongkat kayunya menyentuh tanah pelan-pelan. "Akhirnya kalian melihat," katanya, seolah sedang menyambut tamu yang lama ditunggu.

"Apa maksudnya, Pak?" tanya Nyuwa. "Kenapa jejak kita menyala?"

Pak Gala mengangguk pelan, lalu duduk di atas akar yang menjulur seperti tangan tua yang menggapai.

"Di antara semut-semut pertama, ada satu yang dipercaya membawa api dari dalam bumi. Ia tak pernah berbicara, hanya berjalan tanpa henti, dan setiap langkahnya meninggalkan cahaya---jejak yang bisa diikuti, bahkan saat seluruh hutan tenggelam dalam gelap."

Musamus dan Nyuwa saling berpandangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun