Mohon tunggu...
Agustinus Gereda Tukan
Agustinus Gereda Tukan Mohon Tunggu... Penulis

Gemar membaca dan menulis, dengan karya narasi, cerpen, esai, dan artikel yang telah dimuat di berbagai media. Tertarik pada filsafat, bahasa, sastra, dan pendidikan. Berpegang pada moto: “Bukan banyaknya, melainkan mutunya,” selalu mengutamakan pemikiran kritis, kreatif, dan solusi inspiratif dalam setiap tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

[Novel] Musamus Tubuh Kecil Jiwa Besar, Episode 05-06

4 Juli 2025   04:25 Diperbarui: 3 Juli 2025   18:41 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Cover Novel Tubuh Kecil Jiwa Besar (Dokumentasi Pribadi)

"Apakah... apakah itu legenda?" tanya Musamus.

"Dulu mungkin," jawab Pak Gala. "Tapi malam ini, bukan cerita. Ini nyata. Jejak itu muncul bukan karena tanah, bukan pula karena cahaya. Tapi karena keputusan."

"Keputusan siapa?"

"Keputusanmu, Musamus," jawab Pak Gala, matanya menatap lurus pada pemuda semut itu. "Kau telah memilih untuk mendengar angin, membaca hujan, dan tidak lari saat kabut datang. Tanah mengingat itu. Ia mencatat setiap langkah pemimpin yang tidak haus kekuasaan."

Musamus mundur setapak, bingung.

"Tapi aku bukan pemimpin."

"Belum," kata Pak Gala. "Tapi jejak tak pernah bohong. Mereka yang berjalan dengan hati akan meninggalkan terang bahkan ketika tubuh mereka tak lagi ada."

Angin malam menyapu wajah mereka. Dari kejauhan terdengar suara jangkrik, seperti lonceng kecil yang menandai waktu. Dan di antara gelap yang mendalam, jejak-jejak itu semakin jelas, seolah menyala untuk membimbing, bukan sekadar menerangi.

Nyuwa mendekatkan antenanya ke tanah. "Aku bisa merasakannya," katanya pelan. "Seperti ada hangat... seperti suara nenekku saat bercerita dulu."

Pak Gala tersenyum. "Itulah yang membedakan pemimpin dari penguasa. Pemimpin meninggalkan hangat. Penguasa hanya meninggalkan bayang."

Musamus terdiam lama. Malam di sekeliling mereka seperti menahan nafas. Ia menunduk, melihat jejak kakinya sendiri yang kini perlahan padam, seolah telah selesai menjalankan tugasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun