Paradoks yang lembut ini adalah kunci dari segala puisi yang sejati.
Sebuah pelukan sunyi yang tak butuh sentuhan fisik.
Maka, biarlah puisi ini menjadi udara yang mengembun,
Menjadi kabut yang menyelimuti batas antara aku dan engkau.
Aku takkan lagi mencoba menulisnya, aku hanya akan mendengarkannya.
Menghayati setiap getar nadi yang bersenandung di bawah kulit.
Menemukan maknanya di antara tulang rusuk yang menjaga rahasia.
Menjadi penjaga setia dari sebuah rindu yang tak terhindarkan.
Dan ketika fajar kembali menyingsing, membawa kesibukan dunia,
Aku akan tetap membawa irama denyut nadi ini bersamaku.
Ia adalah jimat, ia adalah pengingat, ia adalah kekuatan.