Senja bergelimang rindu yang tak lagi bisa ku sembunyikan.
Ia membanjiri cakrawala mata, memenuhi udara dengan aroma sepi.
Sebuah waktu pengakuan, di mana hati terpaksa jujur.
Lalu malam datang, menyelimuti alam dengan kain beludru gelap,
Membawa serta janji-janji yang tak terikat oleh realita kasat mata.
Malam bergelimang mimpi yang hanya menampakkan wajahmu,
Di sana, kita bertemu tanpa jarak, tanpa dinding, tanpa ragu.
Mimpi adalah ruang temu paling adil bagi jiwa-jiwa yang terpisah.
Aku hidup di sana, menanti fajar membawa lagi kesadaran.
Aku tidak pernah merasa perlu untuk membuat puisi tentangmu,
Sebab kata-kata terasa kerdil, terbatas, dan terlalu biasa.