Petromaks itu kini hanya tersisa sebagai benda tua, tetapi sesungguhnya ia adalah guru yang tak pernah berhenti mengajar. Dari nyala kecilnya, kami belajar arti sabar, keterbatasan, dan kebersamaan. Dari dengung halusnya, kami belajar bahwa terang bukan sekadar hadiah, melainkan hasil perawatan dan pengorbanan. Dan dari padamnya, kami tahu: setiap cahaya punya waktunya, tetapi kenangan yang dibawa tetap hidup di dalam dada.
Maka bagi kami, petromaks bukan hanya lampu penerang. Ia adalah saksi perjalanan keluarga, penuntun kami menuju bangku sekolah, dan tanda cinta seorang ayah yang percaya bahwa masa depan anak-anaknya layak diperjuangkan, meski harus menawar dengan gigih dan menelan gengsi di hadapan tuan toko.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI