"Ceritakanlah tentang hujanmu padaku."
Aku mendengar bisikmu. Tapi kau tak menatapku. Matamu tertumbuk pada rumpun mawar yang meringkuk kedinginan di halaman. Jemarimu menjumput tirai jendela, yang berhamburan disesaki embusan angin senja.
"Kau tahu? Angin pun tak mampu mengusir derai hujan!"
Lagi. Aku mendengar bisikmu. Dan masih. Kau tak menatapku.
***
Apa yang harus kuceritakan tentang hujan?
Tak mungkin aku menceritakan kesepian matahari. Sendiri, memetik butiran bening embun yang dititipkan pagi, kepada dedaunan, ranting, dan pepohonan. Atau memungutnya satu-persatu di antara hamparan rerumputan.
Langit mungkin menyimpan jejak rahasia perjalanan, ketika diam-diam gumpalan awan tebal menciptakan mendung. Kemudian membiarkan sekawanan angin mengajaknya mengembara mencari satu titik persinggahan.
Hingga tak terbendung, dan tanpa perlawanan. Kembali berjatuhan di halaman rumah. Sebagian menyentuh rumpun mawar yang kau tanam, dan tertunduk pasrah. Sebagian kecil menjadi tempias yang diterpa angin, dan singgah pada tirai jendela yang basah.
Dari titik mana aku memulai kisah, untuk menceritakan kepadamu tentang prosesi alam yang kau namakan hujan?
***
"Kalau begitu, ceritakanlah kemaraumu padaku."