Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia dalam MEA, Sudah Sesuai Jalur?

19 April 2018   08:14 Diperbarui: 19 April 2018   17:34 1480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan hal sungguh memprihatinkan adalah sosialisasi dan edukasi yang kunrang gencar sehingga para stakeholders atau pemangkku kepentingan  banyak yang tidak mengetahui secara jelas berbagai skim perrdagangan bebas tersebut. Sehingga, dengan demikian tidak ada persiapan  matang menghadapi kompetisi bebas dalam MEA itu.  Baru menjelang saat dilaksanakan kita kerja keras menyiapkan diri, sementara sebagian pesaing kita sudah jauh didepan dengan berbagi strategi untuk memenangkan atau mendapatkan keuntungan terbesar dari keterbukaan atau integrasi ekonomi yang terjadi.

Kenyataan-kenyataan ini sebagai gambaran buruknya sistem manajemen pembangunan yang diterapkan di Indonesia. Sistem perencanaan, pengoranisasian, pelaksanaan dan pengendalian tidak berorientasi kepada future management, miskin dalam inovasi dan lambat dalam melakukan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terus terjadi. Akibatnya adalah Indonesia selalu tertinggal jauh kebelakang dabandingkan dengan negara-negara lainnya.

Proses manajemen yang diterapkan selama ini masih sangat tradisional sehingga sangat kaku dan tidak responsive terhadap perubahan yang terjadi. Lihat misalnya cara penyusunan rencana pembangunan nasional di Indonesia, yang harus dimulai dari desa, kemudian kecamatan, naik ke kabupaten, propinsi dan terakhir nasional yang dilakukan melalui musyawarah rencana pembangunan dari desa sampai tingkay nasional. 

Pada dasarnya, proses ini baik, tetapi nampaknya tidak cukup menolong untuk mengejar masa depan yang terus berubah. Cenderung sangat lambat, bahkan tidak berkualitas karena kemampuan manajerial setiap  level tidaklah sama. 

Proses ini cenderung menjadi ruitinitas yang nyaris tanpa inovasi sama sekali. Karena semua level melakukannya hanya demi proses dan prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebab, bila menyimpang dari prosedur akan menjadi pelanggaran dan akan ada sanksinya. Konsekuensinya, orang melakukan bukan demi masa depan tetapi sekedar agar tidak menyimpang dari prosedur.

Kondisi ini semakin diperparah oleh sistem politik di Indonesia yang masih sangat tergantung kepada legistatif yang lebih sering menjadi penghambat proses pembangunan ketimbang mendorong pencapaian hasil yang maksimal.  Bahkan sudah jamak digahami oleh publik bahwa sistem di Indonesia cenderung menjadi korup. Pihak legislatif yang harus memberikan approval terhadap rencana pembangunan, cenderung dimanfaatkan untuk melakukan "korupsi" untuk kepentingan, pribadi, kelompok maupun untuk kepentingan golongan dan partainya. 


Ini akan mendorong pembangunan dan perekonomian negara menjadi tidak efisien lagi bahkan cenderung boros dan mahal dalam segala hal. Akibatnya adalah masyarakat sendiri yang menderita karena hidup menjadi mahal dan tidak mudah lagi. Bahkan biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga menjadi mahal disatu sisi, sementara dipihak lain kesulitan mendapatkan pekerjaan yang memadai.

Bagaimana sistem manajemen yang diterapkan di wilayah dunia bisnis di Indonesia ? Kondisinya tentu tidak jauh beda dengan sektor publik. Karena bagaimanapun, kondisi yang ada disektor pelayanan publik juga berdampak langsung pada sektor bisnis. Sektor bisnis, mau tidak mau, harus melakukan penyesuaian dengan kebijakan dan strategi yang ditetapkan oleh publik atau pihak pemerintah. 

Secara umum terkesan tidak positif dampaknya, bahkan cenderung negatuf. Artinya, dunia bisnis tidak mendapatkan support yang berarti dari pihak publik, dan pada akhirnya sektir bisnis atau dunia swasta juga tidak mampu bersaing dengan pebisnis dari negara-negara lain dikawasan MEA. Inilah yang akan menjadi problem yang harus dikelola dengan bijaksana.

Sektor bisnis harus dilihat dari dua kelompok besar, yaitu pengusaha atau bisnis besar dan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Nampaknya dua ekstrim kelompok bisnis ini memiliki perbedaan yang signifikan dalam menghadapi MEA. Secara kasat mata, perusahaan berskala besar relatif tidak kesulitan dalam menghadapi MEA.

 Harus diakui, disamping sistem manajemen yang sudah mapan dan dikelola secara profesional, usaha usaha besar juga memiliki sumberdaya modal yang kuat dan besar sehingga memiliki kemampuan untuk bisa melakukan perubahan-perubahan yang dibutuhkan untuk bisa mendapatkan peluang yang terbuka dengan lebar. Sementara itu, usaha kecil dan menengah termasuk yang relatif tidak siap menghadapi MEA. Tidak saja karena kemampuan manajerialna yang tidak memadai tetapi juga sumberdya mereka sangat terbatas, khususnya sumberdaya modal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun