"Selain itu untuk mencegah perundungan yang mungkin terjadi pada sesama Petempur sekaligus mengawasi agar kita tetap disiplin."
Darimana Akademi dapat uang untuk membiayai semua itu kalau mahasiswanya saja tidak dipungut bayaran, pikir Karlie. Apa akademi kepolisian dan militer tidak cemburu kalau fasilitas canggih ini dananya dari pemerintah?
"Kita mau kemana, mentor?" kata Yasmine dengan suara kencang tapi tidak terengah-engah seperti Johan.
"Ke Desa Windujati, desa terdekat dari kampus kita," kata Ikbal. "Kita sudah masuk Desa Windujati tapi kita akan ke pusat kotanya," Ikbal mengurangi kecepatan larinya karena ingat dia bersama sekelompok lulusan SMA yang mungkin tidak pernah lari pagi.
"Udaranya segar, kan?" kata Ikbal menengadahkan kepalanya untuk menghirup lebih banyak oksigen.
"Dingin!" celetuk Komang.
"Jangan manja," potong Kiki.
Belum banyak orang dan kendaraan yang lalu-lalang di jalan karena matahari belum sepenuhnya menyingsing.
Ikbal membalikkan badannya. Dia berlari mundur, "Apa kalian sudah baca semua arsip Panduan di laptop?"
"Sudah, mentor!" Firzam menjawab yakin.Â
Yang lain mengatakan hanya membaca tata tertib dan jadwal karena lampu keburu mati.