"Ngomong... apa, sih?" potong Johan.
"Kalau kita lari dengan kecepatan sama dari awal sampai akhir kita tidak akan cedera."
"Masa?!" celetuk Komang.
"Sama seperti pada role playing game. Ada karakter yang sebelum bertarung mereka harus lari untuk pemanasan."
"Game?!" jawaban Firzan membuat Johan menghela napas meski dia sedang berusaha mengambil napas banyak-banyak agar tidak terengah-engah.
"Ah, sudahlah," halau Firzan agar Johan tidak bertanya lagi.
"Slugger, lihat!" Ikbal menunjuk ke arah deretan pohon-pohon kelapa dan menyuruh mereka melihat pohon yang dia tunjuk.
"Beberapa dari pohon kelapa itu palsu. Dipasang hanya untuk menaruh kamera pengawas," kata Ikbal menunjuk deretan pohon-pohon kelapa di depannya.
"Yang mana?" tanya Komang.
"Kalau kalian sering melihatnya, kalian pasti bisa membedakannya," jawab Ikbal.
Pohon-pohon kelapa imitasi itu begitu nyata seperti pohon asli, hanya saja buahnya tidak bisa dimakan. Daun-daunnya pun bergerak-gerak secara wajar diterpa angin laut.
Karlie penasaran untuk apa kamera pengawas dipasang di mana-mana seolah tak ada tempat tanpa kamera.
"Karena di dalam Akademi banyak kendaraan, senjata, dan peralatan mahal yang tidak boleh dicuri dan disalahgunakan. Teknologi yang ada di Akademi hanya satu tingkat dibawah kecanggihan milik polisi dan tentara, bahkan alat komunikasi kita menyerupai yang dimiliki militer," Ikbal memberi penjelasan.