Mohon tunggu...
HUN FLOCKY
HUN FLOCKY Mohon Tunggu... Aktivis budaya Masyarakat Lembah baliem suku hubula

Menulis dan menyoroti pentingnya akar dan identitas budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Filosofi, larangan memakai Kayu bekas Jembatan Masyarakat Adat hubula

2 Agustus 2025   22:35 Diperbarui: 5 Agustus 2025   07:53 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

9. Penutup: Menjadi Manusia yang Mendengar

Lihat file pdf


https://www.scribd.com/document/897395805/Filosofi-Kayu-Jembatan-Masyarakat-Hubula-di-Wamena-Jayawijaya-Papua-Pegunungan


1. Pengantar Penulis

1.1 Pengantar Penulis

Aku lahir dan tumbuh di antara suara lembah yang sunyi, di antara jejak kaki yang tak pernah meninggalkan luka di tanah, tetapi selalu meninggalkan cerita. Setiap pagi, aku melihat kayu jembatan yang usang, dan setiap malam aku mendengar bisikan honai yang bundar. Di sanalah, di ruang yang tidak memerlukan sudut, aku belajar bahwa diam bisa lebih panjang dari pidato, dan benda bisa lebih jujur dari lidah manusia.

Tulisan ini lahir bukan untuk mengajar, tetapi untuk mengingatkan. Bahwa dalam hidup kami, kayu bukan sekadar bahan bangunan. Ia adalah saksi, ia adalah perlintasan, ia adalah pembawa cerita. Ia adalah "segala sesuatu" ketika difungsikan dengan nalar dan dihormati dengan etika. Dan jembatan, bukan hanya penghubung ruang, tapi penghubung pikiran dengan tindakan.

Kami memiliki larangan, dan larangan itu bukan karena takut, tetapi karena kami tahu. Bahwa benda yang sudah menjalani tugas di ruang publik, harus dibiarkan istirahat. Bahwa tak semua yang bisa dimanfaatkan harus digunakan kembali. Karena ada batas---bukan batas fisik, tetapi batas makna.

Di honai, kami duduk melingkar. Tidak ada kepala meja, tidak ada ujung argumen. Hanya kesetaraan dalam mendengar, urutan dalam berbicara, dan ketundukan dalam menyampaikan. Di sana, masalah luar tidak boleh dibawa masuk. Di sana, kami belajar bahwa tidak semua suara harus diangkat tinggi, dan tidak semua masalah pantas disampaikan di sembarang tempat.

Aku menulis ini karena kayu jembatan tak bisa bicara. Tapi ia telah mengajarkanku sesuatu yang sulit diucapkan: bahwa setiap benda membawa cerita, dan setiap cerita mengandung hukum. Maka biarlah tulisan ini menjadi jembatan kecil bagi mereka yang ingin melintasi nalar kami, bukan untuk mengubahnya, tetapi untuk memahaminya.

Hun Flocky
Lembah Baliem -- Tanah tempat benda bernafas

1.2 Tentang Kayu, Tentang Jembatan, Tentang Makna yang Diwariskan

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun