Mohon tunggu...
HUN FLOCKY
HUN FLOCKY Mohon Tunggu... Aktivis budaya Masyarakat Lembah baliem suku hubula

Menulis dan menyoroti pentingnya akar dan identitas budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Filosofi, larangan memakai Kayu bekas Jembatan Masyarakat Adat hubula

2 Agustus 2025   22:35 Diperbarui: 5 Agustus 2025   07:53 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang yang meminta pengetahuan belum tentu diberi. Karena dalam tradisi kami, pengetahuan yang sejati tidak datang kepada yang haus kekuasaan, melainkan kepada mereka yang tahu cara menanggung sunyi. Di tengah masyarakat, orang yang berhak atas Wene Kolig ditandai bukan dengan sorotan, tapi dengan ketenangan. Ia tidak berdebat banyak, tetapi ketika ia bicara, orang lain tahu bahwa ia membawa beban makna, bukan sekadar kata.

Pengetahuan semacam ini tidak bisa dipamerkan. Ia tidak bisa dikumpulkan dalam buku, tidak bisa dibingkai. Ia menyala dalam cara seseorang melihat, mendekat, merawat, dan melepaskan. Maka orang yang menerima Wene Kolig adalah penjaga gerak hening---ia tahu kapan harus berbicara dan kapan membiarkan sesuatu berlalu tanpa suara.

Dalam soal larangan tentang kayu jembatan pun, hanya orang-orang seperti itu yang tahu bahwa pelarangan bukan soal kayu, tetapi soal arah. Bahwa benda mati bisa membawa arus, dan ruang hidup bisa berubah bentuk ketika makna tidak dijaga. Maka Wene Kolig bukan hanya pengetahuan, ia adalah cara menjaga dunia agar tetap seimbang, agar ruang tidak pecah oleh suara yang tidak perlu.

Hun Flocky
Dari generasi yang tahu bahwa api kecil tak perlu dibakar besar untuk menjadi terang

Kajian Akademis: Pewarisan Simbolik dan Legitimasinya

Dalam masyarakat tradisional, pewarisan pengetahuan tidak hanya bersifat genealogis tetapi juga simbolik. Antropolog Pierre Bourdieu menggambarkan proses ini sebagai bentuk capital culturel ---aset budaya yang diwariskan secara selektif. Wene Kolig diberikan bukan kepada yang menuntut, melainkan kepada yang menunjukkan habitus yang selaras dengan nilai-nilai komunitas. Individu yang diam, memahami arah, dan mampu menanggung hening dianggap sebagai pemilik disposisi sosial yang tepat untuk menjaga pengetahuan. Pewarisan ini mencerminkan mekanisme internalisasi nilai yang berlapis, di mana pengetahuan melekat pada sikap dan laku hidup, bukan pada ambisi.

Berbeda dengan sistem pendidikan formal yang menekankan akumulasi pengetahuan, Wene Kolig berakar dalam tradisi epistemologi kepekaan. Menurut pemikiran Gregory Bateson, belajar bukan hanya soal isi, tapi soal cara merespon dunia. Individu yang menerima Wene Kolig memiliki perhatian terhadap makna, arah, dan gerak sunyi. Pengetahuan adat tidak dilihat sebagai objek milik, tetapi sebagai proses hidup yang harus dijaga dan diwariskan. Dalam konteks ini, etika pewarisan berarti tidak memperluas pengaruh, melainkan memperdalam pemahaman terhadap relasi antara manusia, alam, dan ruang sosial.

Dalam filsafat, Aristoteles menyebut phronesis (kebijaksanaan praktis) sebagai bentuk pengetahuan tertinggi---pengetahuan yang tidak hanya tahu, tetapi tahu bagaimana dan kapan bertindak dengan bijak. Individu yang tidak meminta, tapi hidup dalam kehati-hatian, mengembangkan phronesis sebagai bagian dari dirinya. Mereka tidak menggunakan pengetahuan untuk bicara lebih banyak, tapi untuk membuat ruang bagi orang lain bicara secara tertata. Larangan terhadap sikap "meminta" dalam konteks pewarisan Wene Kolig menunjukkan bahwa pengetahuan bukan soal hak, tetapi soal kedewasaan moral.

Menurut Peter Berger dan Thomas Luckmann, kenyataan sosial terbentuk melalui proses institusionalisasi dan legitimasinya. Wene Kolig adalah pengetahuan yang hanya berlaku dan bernilai jika diakui oleh komunitas. Ia diterima bukan karena individu mengklaimnya, melainkan karena komunitas menilai bahwa ia pantas menjadi penjaga makna. Ini adalah model pengakuan komunal yang melawan individualisme modern, dan menegaskan bahwa otoritas pengetahuan lahir dari keteladanan hidup, bukan dari narasi kepemilikan.

Sebagai kesimpulan akademik, bagian ini memperlihatkan bahwa pewarisan pengetahuan dalam masyarakat Hubula melalui Wene Kolig merupakan bentuk sistem nalar hidup yang memprioritaskan diam, kepekaan, dan ketahanan batin dibanding verbalitas atau klaim intelektual. Ini menyatukan pengetahuan dengan etika tanggung jawab, bukan sekadar kemampuan mengetahui, dan menegaskan bahwa pengetahuan adat adalah modal sosial berbasis pengakuan, bukan sekadar warisan individual.

5. Ruang Bulat, Posisi Duduk, dan Etika Bicara

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun