Seusai hujan, selalu ada tetes air tertinggal di bunga-bunga, selaksa rindu menetap, menyisakan lara juga tawa.
Pendaran warna membias indah, tertawan hati saat gundah melesap sirna dalam bintiknya.
Simpanlah rindu itu untukku, katamu, lalu luruh bersama angin, jatuh ke tanah, mengisi pori-pori, meresap dalam.
Menetap sebentar, lalu mengalir mencari pemilik rindu yang bersembunyi malu, ah, aku di sini, katanya.
Jika musim kemarau segera tiba, tetes air pasti akan berguna, melembabkan kekeringan, agar tetap indah tak jadi coklat.
Semarang, 210321.