Mohon tunggu...
Fauzan Romadlon
Fauzan Romadlon Mohon Tunggu... Penulis lepas

Belajar Berkontribusi untuk Humanitas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendefinisikan Ulang Pola Pembelajaran Daring, Antara Sharing Knowledge dan Transfer Etika

30 November 2020   11:53 Diperbarui: 30 November 2020   12:16 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepanikan yang dirasakan oleh pemerintah sama paniknya dengan apa yang dirasakan di dunia pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang belum menyiapkan instrument dan infrastruktur daring demi menggelar proses kegiatan belajar di rumah. Kalaupun ada, beberapa peserta didik masih merasakan kesulitan dalam mengakses pemebelajaran daring dikarenakan perangkat yang masih minim, jaringan yang belum menjangkau wilayah tempat tinggalnya, atau keterbatasan kuota atau paket data. Bagaikan memakan buah simalakama, penerapan kegiatan belajar dari rumah dengan metode daring ini menjadi sebuah stressor baru bagi dunia pendidikan kita.

Ada beberapa hal yang menjadi catatan selama kegiatan belajar dari rumah dengan pemberian tugas. Salah satunya adalah pendidik melupakan bahwa sekarang mereka hidup dalam kondisi wabah atau bencana, sehingga peluang adanya stres, kecemasan dan gangguan psikologis lainnya akan meningkat. 

Jadi bila hendak memberikan tugas, perlu diperhatikan suatu istilah yaitu janganlah menambah penderitaan diatas penderitaan. Maksudnya adalah, pemberian tugas hendaknya manusiawi dan mampu mengukur kemampuan peserta didiknya. Di sekolah atau di kampus yang semuanya tersistem dengan rapi akan berbeda keadaan bila peserta didik berada di luara kampus atau di rumah yang dimana hal tersebut berada di luar sistem dan terkadang sulit untuk dikendalikan.

Teknologi informasi pada pembelajaran daring hanyalah sebuah tools. Beberapa penggunaan tools tersebut telah banyak dilakukan, salah satunya adalah pada kegiatan aplikatif pada pendidikan yang bersifat non formal dalam pencegahan korupsi. Miswanto dan Badrul (2016) membuat sebuah aplikasi pembelajaran berbasis android bagi remaja. 

Aplikasi ini berisi tentang info seputar permasalahan korupsi sehingga dapat menjadi sumber pengetahuan tambahan tentang pendidikan anti korupsi. Lebih lanjut lagi, Darmawan dan Bonafix (2011) mendesain sebuah permainan interaktif tentang penanaman antikorupsi sejak dini. Permainan tersebut memberikan ilustrasi yang menarik sehingga meningkatkan minat anak usia dini belajar memahami tindakan-tindakan anti korupsi. Kedua contoh tersebut merupakan sebuah pemanfaatn tools dalam penanaman etika meskipun belum dimasukkan ke dalam kurikulum.

Beberapa pilihan tools pembelajaran daring sebenarnya telah dipersiapkan dengan baik oleh berbagai pengembang aplikasi. Sebuat saja google meet, zoom, webex untuk aplikasi model seminar dan google classroom atau e-learning sekolah atau kampus untuk aplikasi unggah dan membagi materi pembelajaran. Pada implementasinya, beberapa peserta didik yang cenderung malu ketika proses belajar daring ini. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah mereka dipersilakan untuk bertanya di forum melalui menu chatting yang tersedia dan bila masih sungkan dalam bertanya, mereka diberi kesempatan untuk mengirimkan pesan pribadi ke pendidik. 

Permasalahan lain yang timbul adalah keterbatasan kuota ini saat pmebelajaran dengan model seminar dan mereka diharuskan stay dengan terus mantengin laptop atau handphone. Bila peserta didik berkuota terbatas, mereka akan mengalami pemborosan kuota. Salah satu pendekatan solusinya adalah dengan pemberian materi dengan deskripsi yang jelas dengan sarana pendukung seperti tambahan suara atau video kemudian diupload pada e-learning atau platform lain yang sesuai. Kemudian peserta didik diperintahkan untuk membaca dan saat sesi webinar pendidik dan peserta didik dapat bertemu dan saling review sehingga webinar dapat berjalan sesuai kebutuhan baik waktu maupun konten materinya.

Tantangan paling berat adalah pada pelajaran praktik atau mata kuliah praktikum. Pelajaran ini mempunyai dua pilihan antara ditiadakan dan ditunda. Akan sangat sulit bila digantikan dengan simulasi komputer yang mengharuskan sekolah harus menyediakan kebutuhan software-nya dan memberikan akses kepada peserta didik untuk belajar berdasarkan simulasi. Hal ini perlu dilakukan kajian ulang guna mencari solusi terbaik. Selain itu, tantangan lain adalah adanya plagiarisme dalam pengumpulan tugas. Plagiarisme ini dapat dilakukan karena kontrol yang rendah dan biasanya beban tugas yang sangat tinggi. Pendidik perlu meyiasati dengan berbagai pertimbangan sehingga memudahkan dalam proses dan tidak menambah kecemasan dan penderitaan.

Memang, pendidikan yang diterapkan di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Pendidikan kita masih berkutat pada cita-cita kapitalis dan industri yang mengharpkan lulusannya mencari pekerjaan dan keuntungan berupa meteri setelah lulus. Keuntungan ini diperoleh dengan bekerja sesuai dengan apa yang dia pelajari bukan melakukan sesuatu sesuai kemampuan yang telah ditekuni. Jadi jangan heran bila setelah lulus, banyak sarjana yang bekerja tidak sesuai bidangnya bahkan banyak yang masih mencari lapangan pekerjaan. Hal ini masih menimbulkan tanda tanya besar bagi sistem pendidikan kita.

Sebagai sebuah analogi, kita tidak akan mampu memaksa belalang untuk berlari seperti anjing sedangkan anjing dipaksa untuk melompat seperti belalang. Anjing dan belalang mempunyai kemampuan individu yang diberikan Tuhan untuk mengarungi hidupnya masing-masing di dalam habitatnya. Sama seperti manusia, mereka dituntut untuk menjadi apa tanpa mengetahui dirinya siapa. Padahal tujuan utama pendidikan adalah menemukan hakikat hidup manusia. Maksudnya adalah manusia terus mencari dan menemukan apa yang Tuhan telah karuniakan kepadanya.

Konsep pendidikan yang kita kenal hingga saat ini adalah pedagogi yang secara bahasa adalah seni megajar atau mendidik anak-anak. Sedewasanya seorang peserta didik, akan kita posisikan sebagai anak yang butuh bimbingan. Lawannya adalah andragogi yang mempunyai arti bahwa pendidikan yang berlandaskan pada konsep diri. Maksudnya adalah kesungguhan dan kematangan diri seseorang itu adalah perubahan dari ketergantungan total kearah pengembangan diri, sehingga mampu mengarahkan dirinya dengan baik dengan adanya peran pengalaman dan kesiapan belajar dalam proses pendidikan (Yamin, 2009). Hal inilah yang perlu kita tanamkan pada peserta didik sehingga dalam kondisi wabah ini, mereka masih bisa berpikir jernih dengan konsep hadap masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun