Bulan kemerdekaan Agustus 2025 di Indonesia diwarnai oleh mekarnya bunga pengampunan negara atas mereka yang tersandung pelanggaran hukum pidana. Pengampunan negara itu diberikan dalam bentuk abolisi dan amnesti, yang berdasar UUD 1945 dan Undang-undang khusus yaitu UU Darurat No.11 Tahun 1954 tentang amnesti dan abolisi.
Melalui surat Presiden nomor 42/pres/072025 tanggal 30 juli 2025, tentang amnesti terhadap 1116 orang yang telah terpidana termasuk Hasto Kristiyanto walau merupakan hak prerogatif Presiden, dimintakan persetujuan dan pertimbangan DPR. Dan khusus surat Presiden nomor R43/pres/072025 berkenaan dengan abolisi Tom Lembong.
Hampir semua Presiden Republik Indonesia menerbitkan surat keputusan pengampunan negara berupa amnesti dan abolisi. Amnesti adalah pernyataan umum Presiden yang memuat pencabutan semua akibat pemidanaan dari suatu perbuatan pidana (delik) tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana (delik) tertentu, bagi terpidana, terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukan delik-delik tersebut.
Yang dihapuskan dengan pemberian amnesti adalah hukuman yang dijatuhkan, namun proses hukum dan pembuktian kesalahan terpidana tetap terekam dan diakui. Pada Agustus 2025 amnesti diberikan Presiden Prabowo kepada 1.116 orang yang telah terpidana termasuk Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI-P.
Sedangkan abolisi menghapus tuntutan hukum atas seseorang dan pemidanaan yang diakibatkan oleh tuntutan hukum itu. Dengan kata lain seluruh proses hukum dianggap tidak pernah terjadi, tidak ada, termasuk hukuman yang dijatuhkan. Suatu pembebasan murni. Biasanya abolisi disertai rehabilitasi, artinya pemulihan nama baik. Pada Agustus 2025 abolisi diberikan Presiden Prabowo kepada Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan RI 2015-2016.
Amnesti dan abolisi, dalam pandangan keadilan, adalah instrumen yang kompleks. Amnesti seringkali dianggap sebagai pengampunan yang luas, menghilangkan hukuman pidana bagi pelaku kejahatan tertentu.
Abolisi, di sisi lain, berfokus pada penghapusan tuntutan hukum yang sedang berjalan atau pun sudah dilaksanakan. Keduanya dapat menimbulkan pertanyaan tentang keadilan bagi korban dan dampak terhadap prinsip akuntabilitas. Keseimbangan yang hati-hati diperlukan untuk mempertimbangkan kebutuhan rekonsiliasi, stabilitas sosial, dan keadilan substantif. Penggunaan yang tidak tepat dapat merusak kepercayaan publik pada sistem peradilan.
Kriteria yang harus dipenuhi sebelum menerapkan amnesti atau abolisi sangat penting untuk memastikan bahwa keputusan tersebut adil, bertanggung jawab, dan sesuai dengan prinsip hukum serta nilai-nilai keadilan sosial.Â
Amnesti seringkali diberikan dalam situasi tertentu, seperti untuk rekonsiliasi nasional, selepas konflik, atau sebagai bagian dari proses perdamaian. Amnesti biasanya diberikan untuk kejahatan tertentu, misalnya pelanggaran politik, kejahatan kecil, atau kejahatan tertentu yang dianggap wajar untuk diampuni demi perdamaian dan stabilitas.
Amnesti harus dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang,dengan proses yang transparan dan sesuai hukum. Amnesti harus diarahkan untuk mencapai tujuan yang lebih besar seperti memulihkan kedamaian dan memperbaiki hubungan sosial, bukan semata-mata untuk melindungi pelaku kejahatan dari hukuman.