Purwokerto selama ini dikenal sebagai kota yang sejuk. Udara masih relatif segar, pepohonan masih banyak, dan curah hujan pun cukup tinggi. Banyak orang mungkin membayangkan, di tempat dengan kondisi seperti itu, masalah air bersih tidak akan muncul. Nyatanya, tidak semua wilayah di Purwokerto bisa menikmati air dengan mudah.
Beberapa daerah justru mengalami kesulitan yang cukup serius. Bahkan ketika musim hujan, warga tetap harus berjuang untuk mendapatkan air bersih. Sumur-sumur yang mereka gali tidak mampu mengeluarkan air, seolah tanah benar-benar kering dan enggan memberikan sumber kehidupan. Alhasil, pilihan mereka hanyalah mengandalkan mata air dari kampung tetangga. Itu pun terbatas jumlahnya dan harus dibagi dengan banyak keluarga.
Saya pernah menyaksikan sendiri bagaimana warga menadah air hujan menggunakan tong-tong plastik di depan rumah. Ada juga yang sampai mengumpulkan embun pagi dari atap seng untuk sekadar menambah cadangan air. Semua cara dilakukan agar kebutuhan sehari-hari tetap bisa terpenuhi. Jika hujan tidak turun, maka harapan berikutnya adalah menunggu tangki air dari para donatur. Tangki yang datang biasanya berisi ribuan liter, tetapi hanya bertahan satu sampai dua hari saja. Setelah itu, perjuangan dimulai kembali dari awal.
Ikhtiar Lewat Proyek Sumur Bor
Sekitar satu bulan terakhir, saya ikut bergabung dalam sebuah proyek kecil yang memberi secercah harapan besar, yaitu pengeboran sumur dalam. Proyek ini berawal dari keresahan bersama, lalu diwujudkan lewat aksi gotong royong warga dengan dukungan beberapa donatur.
Sampai saat ini, sudah ada sepuluh titik yang disurvei. Proses survei tidak main-main karena melibatkan ahli geologi dan juga alat deteksi air. Hasilnya cukup mengejutkan. Rata-rata sumber air baru bisa ditemukan jika pengeboran mencapai kedalaman minimal 150 meter. Bagi warga, kedalaman ini tentu membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang panjang. Namun, inilah satu-satunya cara agar mereka bisa mendapatkan akses air bersih yang lebih stabil.
Alhamdulillah, dari sepuluh titik tersebut, dua sudah masuk tahap pengeboran, dan satu di antaranya berhasil mengeluarkan air. Saat ini, sumber itu masih dalam tahap observasi. Tim sedang mempertimbangkan apakah perlu dilakukan pengeboran lanjutan atau cukup langsung dilanjutkan ke pembuatan instalasi pipa. Harapannya, jika berhasil, air dari sumur tersebut dapat dialirkan ke beberapa titik penampungan sehingga bisa digunakan oleh banyak keluarga sekaligus.
Merdeka dari Krisis Air Bersih
Melihat kenyataan ini, saya semakin sadar bahwa "merdeka" bukan hanya soal terbebas dari penjajahan, tetapi juga terbebas dari segala krisis yang mengekang kehidupan, termasuk krisis air bersih.
Panen air hujan dengan tong sederhana memang bisa menjadi solusi jangka pendek. Namun, untuk keberlanjutan, diperlukan inisiatif bersama: warga, komunitas, dan juga dukungan pemerintah. Sumur bor dalam, pemanfaatan teknologi deteksi air, hingga pembangunan penampungan bersama, adalah bentuk nyata upaya menuju kemerdekaan air bersih.
Yang membuat saya terkesan adalah semangat gotong royong warga. Mereka tidak hanya menunggu bantuan, tetapi juga berusaha mencari solusi, meski sederhana. Dari tong air hujan, tetesan embun, hingga sumur dalam yang menembus ratusan meter tanah---semua itu adalah bagian dari perjuangan untuk bertahan hidup.
Saya percaya, perjuangan warga Purwokerto ini adalah cerminan semangat Indonesia. Semangat untuk tidak menyerah, semangat untuk bekerja sama, dan semangat untuk merdeka dari krisis. Karena air bukan hanya kebutuhan, melainkan juga kehidupan.