Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Akuntan - Lifelong Learner

hidup sangatlah sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya | -Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Keajaiban di Seutas Do'a

23 Juli 2016   20:56 Diperbarui: 23 Juli 2016   22:15 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun sang surya masih mengintip malu-malu di balik awan, kota ini sudah sangat hidup. Berbagai aktivitas perniagaan sudah dimulai. Hari yang sejatinya masih gelap seakan tak butuh lagi lampu penerang. Angin yang riuh redam berteman dengan asap kendaraan, begitu pun dengan suara klakson yang mulai meraung-raung di tengah perempatan jalan.

Anna kembali mendekati suaminya. Ia mengambil kursi untuk duduk tepat di samping ranjang sang suami.

Matanya sibuk menekuri sebuah foto yang sedang digenggamnya erat. Bibirnya pun tak dapat menahan senyum setiap kali memerhatikan dari setiap jengkal foto tersebut. Ya! Itu adalah foto hasil USG calon buah hati pertamanya.

Air muka Anna tampak sangat bahagia. Ia benar-benar tak percaya, sebentar lagi dirinya akan menjadi seorang ibu. Apalagi dengan prediksi dokter yang mengatakan bahwa jabang bayi yang tengah dikandungnya itu ternyata laki-laki, ia merasa dirinya sedang disetrum semangat baru 1000 volt—atau bahkan satu juta volt.

Anna pun membelai perutnya yang sudah terlihat besar itu. Dengan senyuman, ia mulai membagi kisahnya pada sang buah hati.

“Putra kecilku yang tampan, sedang apa kau di sana? Apa kau baik-baik saja?


“Ibu sangat merinduimu nak. Cepatlah temui ibu. Temani ibu. Bantu ibu untuk membisikkan pada ayahmu bahwa ibu sangat mencintainya.

“Bantu ibu untuk membisikkan padanya untuk segera sadar. Supaya dapat melihat tawamu dan memelukmu erat ke sisinya, dan kita akan ber.. ba..ha..gia ber..sa..ma un..tuk se..la..ma..nya,” ucap Anna pada makhluk kecil di dalam perutnya.

Kenyataannya terlalu menyakitkan. Lagi-lagi setetes air mata berhasil jatuh dari ujung pelipis matanya.

Pikirannya mulai menjangkau pada saat persalinannya kelak. Apa ia mampu berjuang sendirian ketika melahirkan nanti? Apa ia mampu melawan hidup dan mati itu seorang diri? Tanpa seorang suami yang menggenggam tangannya? Tanpa seorang suami yang menguatkannya?

Anna tampak ragu, tetes-tetes air mata itu menjadi jelas terlihat berderai di pipinya. Ia meyakinkan diri, dirinya pasti bisa melewati itu semua. Lagipula masih ada adik atau sahabatnya yang pasti akan mensupport dirinya, dan juga putra kecilnya. Sekali lagi Anna menegaskan diri, ia pasti mampu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun