Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Filsafat: Jangan Meremehkan Masa Depan

3 Desember 2020   01:00 Diperbarui: 3 Desember 2020   07:38 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://imageanation.com/

          Kemudian, persis seperti senapan mesin yang terus ditekan pelatuknya, penjelasan Kasidi terus meluncur. Ratusan kata, dengan kata kunci masa depan, masa depan, dan masa depan, meluncur dengan tenang tetapi terus dan terus dan tanpa henti. Ruangan luas itu perlahan tetapi pasti mulai terisi semua areanya dengan penjelasan Kasidi. Masa depan yang paling berpengaruh. Masa depan yang punya otoritas menentukan. Masa depan menentukan masa-masa sebelumnya. Masa depan adalah yang paling sakti. Dan seterusnya. Dan seterusnya. Tidak berhenti. Tidak jeda. Terus meluncur, terus menggempur.

          Yang mendengarkan hanya bisa terdiam. Tidak tahu harus mengatakan apa. Terlalu banyak dan mungkin juga terlalu rumit bagi mereka. Masa depan yang menentukan? Yah bagaimana bisa? Bagaimana sesuatu yang secara faktual belum ada tetapi malah menjadi penentu bagi masa-masa sebelumnya? Yang sudah jelas-jelas ada saja belum tentu mempunyai otoritas mengikat yang menentukan, apalagi yang jelas-jelas belum ada ada. Tetapi Kasidi, lancar dan tanpa jeda, pelan tapi jelas, rumit tetapi lugas, dalam sekaligus bernas, terus membombardir otak dan pikiran mereka dengan konsep-konsepnya. Konsep masa depan. Konsep penentu berada di tangan hal-hal yang ada di masa depan. Bukan masa sekarang, apalagi masa lalu. Hanya masa depan, masa depan dan masa depan.

***

          Kasidi menjadi moderator. Bukan karena dia hebat, tetapi karena dia kampungan, karena dia desaan. Untuk tema yang semacam ini diperlukan orang hebat yang kampungan, orang cerdas yang desaan, orang yang ngawur tetapi cemerlang, orang yang kukuh pendiriannya tetapi lumayan memikat, dan orang yang seperti ini ya cuma Kasidi, begitu panitia seminar sepakat. Karenanya jadilah dia moderator.

Spanduk di belakang meja tiga pembicara, satu guru besar dan dua doktor, memamerkan tema utama seminar 'MASA DEPAN, MASA DEPAN DAN MASA DEPAN'. Dari tema ini jelas siapa pemenang siapa pecundang, siapa kepala siapa ekor, siapa penentu siapa pendukung, siapa konseptor siapa eksekutor, dalam diskusi di rumah Santi tempo hari.

'Demikian paparan tiga narasumber kita. Tibalah giliran para peserta untuk bertanya, mengemukakan pendapat, memberi opini, menyanggah, atau apapun yang saudara-saudara inginkan. Sebelum itu, seperti yang telah dinyatakan dalam pembukaan tadi, isu sentral dalam seminar bertema Masa Depan pangkat tiga ini adalah masa depanlah yang menjadi penentu semua hal pada masa kini dan masa lalu. Yang ada di masa depanlah yang mempunyai otoritas yang menentukan dan mengikat apa yang harus dilakukan di masa kini atau di masa lalu. Karena di masa depan ada kematian maka masa kini dan masa lalu tidak punya pilihan lain kecuali menyediakan kehidupan. Karena di masa depan ada kehidupan, maka masa kini dan masa sebelumnya tidak boleh tidak harus menyediakan kelahiran.'

Ruangan seminar yang luas itu hening. Penjelasan sang moderator entah makin memperjelas permasalahan atau malah makin mengaburkan, belum jelas benar. Yang jelas ruangan hening. Senyap. Jarang ada seminar dengan ruangan luas dan jumlah peserta sebanyak itu bisa hening dan senyap. 

Kalau bukannya pembicara dan moderatornya sangat hebat dan galak, maka tentu yang dibicarakan pelik dan rumit luar biasa, sehingga kebiasaan ngrumpi antara sesama peserta seminar menghilang begitu saja. Atau bisa saja karena satu Guru Besar Psikologi, dan satu Doktor Metafisika Terapan serta satu Doktor Fisika Kuantum berhasil menyihir semua peserta dengan paparan mereka. Atau bisa saja karena mereka berempat berhasil membuat semua peserta pening dan tidak paham apa yang sebenarnya sedang dibicarakan. Atau bisa saja karena moderatornya yang kampungan dan desaan berhasil melakukan sesuatu yang dahsyat luar biasa.

'Untuk sesi pertama ini, saya beri kesempatan pada lima penanggap. Sebut nama, asal instansi, dan ajukan satu pertanyaan saja, singkat dan mengena, jangan bertele-tele.'

Kalau tidak punya pertanyaan ya tidak usah memaksakan diri untuk bertanya. Seminar bisa segera ditutup, pulang, tidur, lalu renungkan kembali poin-poin penting yang berkaitan dengan masa depan seperti yang sudah diungkapkan.

Ternyata lima orang mengacungkan tangan. Ada lima pertanyaan dan hanya satu yang menarik perhatian Kasidi. Penanya ketiga. Pakaian penanya ini memang agak perlente tetapi tampang kampungan dan desaannya jelas sekali. Kasidi suka tampang macam begini. Wajah kampungan semacam ini sering sekali menjadi topeng yang sempurna bagi otak brilian dan cemerlang, dan topeng macam begini tentu saja sangat mudah mengecoh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun