Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Twig & Burgeon

23 Desember 2020   18:06 Diperbarui: 6 Januari 2021   07:22 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di malam hari matanya terjaga. Menatap kosong ke arah langit-langit kamar yang gelap hitam. Twig terus memikirkan bagaimana caranya dapat membawa Burgeon pergi dari negeri mereka. Ingatannya melayang kepada peristiwa delapan atau sembilan tahun lalu ketika ia menyaksikan eksekusi mati besar-besaran para penjalin hubungan terlarang beserta keluarganya.

Masih terbenak jelas jeritan dan pekikan ngeri mereka. Kisah yang sebenarnya cukup untuk diambil pelajaran. Namun, nalar dan warasnya telah benar-benar buta. Buta!

Senja untuk kesekian kali Twig dan Burgeon bertemu di gua itu. Mereka segembira biasanya sekalipun cinta mereka terjalin telah sekian lama, sekalipun terbalut dosa dan rahasia.

Mereka merasa telah menemukan belahan jiwa, tak satu pun hal di dunia menghalangi keyakinan mereka. Mereka berencana akan keluar meninggalkan negeri dengan segera. Ketika mentari padam suara langkah mengepung terdengar. Di mana saja menyimpan bangkai, sungguh, baunya akan tetap tercium. Mereka berdua pun tertangkap, begitu pula keluarga mereka yang tak tahu menahu mengenai apa pun.

Ajal menjelang, lagu kematian menjemput dengan kecam yang kejam. Perih, Twig dan Burgeon melihat satu demi satu keluarganya dihabisi. Dibantai sesuai perjanjian di hadapan penduduk kedua negeri. Cinta mereka telah berganti menjadi lautan marah... dan darah! Burgeon berteriak, kemudian untuk menebus dosanya, dia mengambil menikamkan dua anak panah lalu merobek dadanya sendiri. 

Melihat demikian, Twig berlari kepada kekasihnya yang tengah sekarat. Didekapnya tubuh yang menjadi nyawanya selama ini. Sekarang tubuh itu tidak lagi bernyawa, maka tidak ada alasan lagi untuk dirinya tetap hidup. Keluarga yang dia cintai pun telah menanggung perbuatannya, saat itu Twig merasa dirinyalah manusia yang paling penuh dosa; bahkan neraka pun seakan tidak pantas memenjaranya.

"Lesatkan seluruh panah yang tersisa, biar bersarang di tubuhku. Habiskan semuanya sebab tanpa kekasihku aku bukan lagi pemburu. Kami akan mati di sini, berpelukan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun