Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Twig & Burgeon

23 Desember 2020   18:06 Diperbarui: 6 Januari 2021   07:22 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Tiv Firsta

Pada zaman dahulu, terdapat dua negeri yang dipisahkan oleh perbukitan tenang. Kedua negeri itu bernama Larland dan Earland yang berarti tanah barat dan tanah timur. Perbukitan di antara kedua negeri tersebut selalu memancarkan cahaya krepuskular ke sisi Larland pada setiap pagi dan ke sisi Earland pada senja kalanya.

Meski letaknya berdekatan, rakyat dari kedua negeri itu bermusuhan dan membuat perjanjian untuk tak saling menginjakkan kaki di negeri lawan satu sama lain. Hal tersebut terjadi sebab pada mulanya keduanya merupakan satu kesatuan yang terpercah menjadi dua dalam sebuah perang saudara. Earland memiliki wilayah yang dua kali lebih luas serta hasil alam yang lebih kaya raya dari musuhnya sebab dalam perang saudara tersebut Earland adalah pemenangnya. 

Faktor lain yang membuatnya lebih makmur ialah sebab letaknya yang berada di sebelah timur bukit sehingga membuat tanahnya lebih banyak mendapatkan cahaya matahari pagi, sebaliknya, tanah Larland kurang begitu subur karena sinar matahari pagi di sebagian besar wilayah mereka selalu terhalang bukit.

Sebagai pembeda, Orang-orang di negeri Larland membuat lambang permanen di pelipis mereka ketika menginjak usia 9 tahun dengan gambar ranting patah sedangkan penduduk Earland memiliki lambang kuntum bunga di bagian yang sama; ini juga merupakan perjanjian mereka sebelumnya. Lambang tersebut digambar dengan jelaga serta buah beri sebagai tinta dan duri tanaman herba sebagai jarumnya.

Tapi, ada satu perjanjian lain dari negeri timur dan barat yang cukup mengerikan yaitu tak dibenarkannya terjadi pernikahan atau percampuran darah di antara mereka. Jika perjanjian terakhir tersebut dilanggar maka kedua pasangan tersebut beserta keluarga dan keturunannya akan dibunuh dengan delapan anak panah menembus dada.

Meski begitu, kedua negeri memiliki sebuah pasar tepat di atas tanah perbatasan, hanya jual-beli di pasar tersebutlah satu-satunya tempat mereka bersinggungan. Alasan adanya pasar tersebut ialah sebab Larland yang memiliki tanah sempit dan kurang subur masih memerlukan bahan-bahan terutama makanan dari Earland untuk dapat menggerakkan roda ekonomi mereka.

Masyarakat Larland didominasi oleh pengrajin-pengrajin, pembuat berbagai olahan makanan dan juga pakaian sedangkan Earland lebih banyak menghasilkan bahan-bahan baku seperti halnya bertani, berkebun, juga menggembala atau memelihara ternak.

Di Negeri Larland, tinggallah sebuah keluarga pembuat wine dan kismis terbaik. Keluarga itu memiliki seorang anak lelaki bernama Twig. Sejak kecil, Twig selalu membantu kedua orang tuanya membuat wine dan kismis. Ayah Twig selalu memberinya dua kantung besar dan uang untuk membeli buah anggur segar di pasar. 

Setiap hari Ayah Twig memperingatkannya agar tak bermain melewati pasar ke arah timur sebab dia akan bertemu dengan penjaga-penjaga Negeri Earland serta membahayakan dirinya. Seperti biasa, hari itu Twig kecil berjalan dengan gembira ke pasar serta membeli dua kantong besar anggur segar dari seorang anak gadis Earland. Gadis itu bernama Burgeon, anak perempuan dari sebuah keluarga peladang anggur yang selalu membantu ibunya menjaga kedai.

Burgeon adalah gadis yang sangat cantik, matanya bulat bagaikan anggur-anggur di keranjangnya. Twig dan Burgeon kecil selalu bercanda setiap mereka bertemu. Ibu Burgeon mengetahui hal ini dan sangat takut jika ketika tumbuh nanti keduanya saling menaruh hati.

Namun, karena dia sangat mencintai putrinya, dia tak pernah tega melarang Burgeon berbicara dengan Twig. Sejujurnya, Ibu Burgeon sangat bahagia jika melihat keduanya bercengkerama sebab sebelum kedatangan Twig, Burgeon adalah gadis yang sangat pendiam dan tak memiliki teman. Ibu Burgeon tak pernah melihat putrinya tertawa lepas sebelumnya. 

Karena itulah Sang Ibu memasang tirai di kedai mereka agar jika sewaktu-waktu Twig datang, keduanya dapat berbicara sedikit lebih lama tanpa dilihat oleh orang-orang di sekitar. Hal ini berlangsung hingga keduanya beranjak remaja. Ketakutan terjadi, cinta mulai tumbuh seiring masa, tak hanya bertemu dan bercanda mereka sering menukar surat diam-diam dan memiliki pertalian.

Di lain hari, Twig tengah menyetor olahan-olahan anggurnya kepada para pedagang kecil di pasar perbatasan. Namun seketika saja dadanya terguncang ketika melihat sepasang lelaki dan perempuan ditarik keluar dari sebuah gudang gandum dekat dengan kedai Burgeon. 

Pasangan itu diseret dan dihempaskan ke tanah, dipukul, bahkan ditendang dengan sepatu-sepatu besar para penjaga keamanan. Selain mereka, ada pula seorang lelaki marah yang turut memukul hingga meludahi perempuan dengan pakaian tersobek tak beraturan itu. Rupanya, sepasang lelaki dan perempuan merupakan orang-orang yang telah tertangkap berzina di gudang gandum.

Perempuannya telah bersuami dan memiliki beberapa anak. Twig semakin melemas ketika menyadari bahwa kedua orang tersebut memiliki dua tanda yang berbeda di pelipis mereka; seakan melihat gambar diri sendiri. 

Apa yang dilakukannya selama ini mungkin akan membawanya kepada nasib yang sama. Di antara kerumunan orang yang menyaksikan kejadian itu, ia melihat Burgeon dan Ibunya memandang iba sampai menangis. Hari itu pulalah terakhir kalinya ia dapat memandang Burgeon. 

Tak hanya itu, kecurangan-kecurangan lain mulai terungkap. Rupanya, jalinan asmara di pasar tersebut tak hanya dirajut oleh satu dua orang, tetapi Tuhan masih melindungi Twig dan Burgeon kali ini. Semenjak kejadian besar tersebut, kedua Raja dari Larland dan Earland bersepakat untuk memutuskan perdagangan di antara mereka. 

Tiada lagi pasar perbatasan dan celah apa pun untuk membiarkan rakyat dari kedua negara bertemu. Akan dimusnahkan pasar itu serta diganti dengan dinding tinggi. Pengumuman disebar hingga ke seluruh penjuru negeri. Twig begitu marah kepada dunia saat mendengar hal itu. Ia berlari ke gereja kemudian berteriak frustasi.

Peristiwa itu membawa dampak yang cukup besar bagi para penduduk, terutama orang-orang yang biasa menggantungkan hidup kepada pasar perbatasan. Di Negeri Larland, banyak usaha yang menggulung tikar pagi-pagi akibat ketiadaan bahan baku bagi usaha mereka. 

Raja Larland mendatangkan bahan-bahan makanan dari negara-negara lain, namun tentu saja harga dari bahan-bahan tersebut begitu mahal. Faktanya, Larland dan Earland merupakan dua negara yang masih saling memerlukan akan tetapi terpenjara oleh pamali dan tradisi. 

Mereka menghormati perjanjian kedua negara seperti kitab suci dan seakan menyamakan Raja pertama mereka masing-masing sebagai dewa yang dikagumi. Betul-betul menyajikan neraka dunia bagi sesiapa pun yang tak tunduk.

Twig menatap ke arah timur. Cahaya krepuskular menembus bebatuan bagaikan bongkah permata. Di antara permata itu sebuah dinding tinggi menjulang hampir setara tinggi bukit; tepat di tempat berdirinya pasar perbatasan dulu. Dinding itu dibangun selama delapan tahun sejak pasar dilenyapkan, bagi Twig dinding besar dan sangar itu adalah pusara kenangannya. 

Selama bertahun-tahun, setiap saat terbangun dari tidur ia selalu menatap ke arah sana sembari mengucapkan selamat pagi kepada kekasihnya yang entah dimana. Ia tak lagi tahu apakah Burgeonnya masih mengingatnya, atau mungkin ada orang lain yang telah sedia meminangnya.

Ketika Twig keluar dari kamar, ia melihat Ibu tampak resah. Rupanya, Duncan; anak terakhir di keluarga tersebut kembali jatuh sakit. Sejak lahir, Duncan memang rentan mengalami panas tinggi. Sejak malam tadi, Duncan tak mau memakan apa pun. Twig masuk ke dalam kamarnya dan bertanya kepada adik kecilnya,

"Kau ingin makan apa?" tanyanya sembari mengusap kening adiknya yang mendidih.

Duncan hanya menggeleng. Ibu Twig memanggil seorang tabib ke rumah. Tabib itu pun menyarankan kepada Ibu Twig agar Duncan diberikan daging rusa. Segera saja Twig menuju pasar untuk mencarikan daging rusa yang diperlukan namun di segala sudut pasar tak ditemuinya sama sekali. 

Akhirnya Twig meminta izin kepada ayahnya untuk pergi berburu. Dengan membawa puluhan anak panah serta bekal makanan dari ibunya, Twig berjalan ke arah padang hijau di bukit. Ia senang sebab berkesempatan untuk mendekat kepada cahaya krepuskular yang semenjak tadi memancar indah dari tempat itu.

Twig mengarahkan anak-anak panahnya mengintai kawanan rusa. Namun sungguh sayang, hingga anak panahnya tersisa satu buah saja dia tak berhasil menangkap apa-apa. 

Twig letih, membuka bekal yang disediakan oleh Ibunya. Dia melihat di sekitar, mencari tempat yang nyaman untuk menghabiskan hidangan sederhana tersebut. Tiba-tiba matanya tertarik kepada sebuah lubang setinggi setengah tubuhnya, lubang itu tertutup tanaman menjalar di sebagian besar pintunya. 

Twig menyibak tirai alam itu dan betapa terkejutnya ia ketika menemukan bahwa lubang itu rupanya merupakan gua yang sangat indah dengan cahaya krepuskular memancar dari atapnya, cahaya yang berkali-kali lebih menawan dari yang bisa dia lihat menembus bukit setiap pagi. 

Twig tertegun dan memutuskan untuk menyantap bekalnya di gua itu sembari menghibur hatinya yang kecewa tak memperoleh satu pun rusa untuk Duncan
hari ini. Usai menyantap makanannya, Twig tertidur lelap. Sangat-sangat lelap sebab tempat itu menyimpan kesunyian surgawi yang hanya berhias suara merdu nyanyian burung kecil.

Pada senja di hari yang sama, Burgeon berpamitan dengan Sang Ibu untuk pergi mencari bunga di sekitar perbukitan. Sama seperti Twig, Burgeon begitu mengagumi cahaya bukit itu. Namun sayang, mereka tak pernah memandang cahayanya bersama sebab cahaya itu datang ke negeri Twig pada pagi hari dan ke negeri Burgeon pada saat senja. 

Burgeon mengumpulkan bunga-bunga di sekitar bukit lalu memasuki tempat rahasianya. Ya! Ternyata gua yang ditemukan oleh Twig siang itu merupakan tempat kesukaan Burgeon. Gua itu memiliki dua pintu, satu menghadap ke Larland dan yang lainnya menghadap Earland. 

Burgeon selalu datang ke sana setiap sore hari untuk merangkai mahkota dari bunga sembari bernyanyi. Dahi Burgeon berkerutan tatkala melihat seorang lelaki tertidur lelap di tempat itu. Dia kira selama ini hanya dia seorang yang mengetahui keberadaan surga tersembunyi tersebut.

Burgeon mendekati si lelaki yang bermandikan cahaya, tubuhnya terpatung kaku, ternyata yang dia lihat adalah Twig! Seseorang yang bertahun-tahun lamanya tak pernah sanggup dilupakannya. Seorang lelaki yang paling dia ingin temui setiap hari. Burgeon menyentuh wajah tidur itu, seperti malaikat! Dadanya yang kekar mengalahkan bebatuan di sekitar baring.

Burgeon berbisik lembut, "Tuhan! Kaukah itu, Twig?" Twig menggeliat dan terbangun. 

Seorang gadis berambut pirang tergerai memegangi keranjang bunga di tangan kirinya. Dia pikir itu mimpi, namun sesaat kemudian ia menyadari tangan kanan sang gadis mengusap pipinya. Twig terpaku, wajah itu masih dikenalinya sebab tak banyak yang berubah, hanya bertambah dewasa. Twig pun bangkit dari baringnya dan duduk di hadapan sang kekasih yang telah lama dia rindui. 

Disekanya helai anak rambut yang mengikal seperti sulur anggur. Bukan, itu bukan mimpi! Dua pasang mata berhadapan berkaca-kaca, hati mereka mengudara, keduanya saling menyatakan cinta kemudian jemari mereka yang canggung saling menyentuh untuk pertama kalinya; disaksikan oleh cahaya di atap gua yang hampir sirna.

Selama ini mereka hanya bertemu di pasar dan itu pun bertahun-tahun silam sebelum pasar dibakar habis. Mereka berpikir, tempat itu akan menjadi tempat rahasia untuk mereka seterusnya. Rindu yang meledak, hasrat yang membumbung tinggi. Sentuhan pertama itu kemudian berlanjut menjadi perapian asmara yang panas membara. Mereka larut dalam kesenangan, dunia telah menjadi milik mereka hari ini setelah siksaan pedih yang memenjara selama bertahun-tahun lamanya. 

Keduanya saling mendekap seakan tak ingin terlepas lagi. Cerita yang panjang mereka bagi; tentang hari-hari yang mereka habiskan tanpa satu sama lain. Tak terasa hari mulai menggelap, gua menggelap. Mereka harus kembali ke rumah masing-masing. Sebelum pergi mereka berjanji untuk bertemu lagi. 

Ketika keluar dari gua, Twig melihat seekor rusa besar tengah tak bersama kawanannya. Dia mengambil sisa anak panahnya yang kemudian mengenai tubuh si rusa malang. Hari itu benar-benar hari keberuntungannya. 

Sesampainya di rumah, semua orang telah khawatir, sebab ia pergi sejak pagi dan pulang menginjak malam. Namun tak perlu lama, resah reda mengetahui Twig pulang dengan selamat bahkan membawa rusa besar.

Di malam hari matanya terjaga. Menatap kosong ke arah langit-langit kamar yang gelap hitam. Twig terus memikirkan bagaimana caranya dapat membawa Burgeon pergi dari negeri mereka. Ingatannya melayang kepada peristiwa delapan atau sembilan tahun lalu ketika ia menyaksikan eksekusi mati besar-besaran para penjalin hubungan terlarang beserta keluarganya.

Masih terbenak jelas jeritan dan pekikan ngeri mereka. Kisah yang sebenarnya cukup untuk diambil pelajaran. Namun, nalar dan warasnya telah benar-benar buta. Buta!

Senja untuk kesekian kali Twig dan Burgeon bertemu di gua itu. Mereka segembira biasanya sekalipun cinta mereka terjalin telah sekian lama, sekalipun terbalut dosa dan rahasia.

Mereka merasa telah menemukan belahan jiwa, tak satu pun hal di dunia menghalangi keyakinan mereka. Mereka berencana akan keluar meninggalkan negeri dengan segera. Ketika mentari padam suara langkah mengepung terdengar. Di mana saja menyimpan bangkai, sungguh, baunya akan tetap tercium. Mereka berdua pun tertangkap, begitu pula keluarga mereka yang tak tahu menahu mengenai apa pun.

Ajal menjelang, lagu kematian menjemput dengan kecam yang kejam. Perih, Twig dan Burgeon melihat satu demi satu keluarganya dihabisi. Dibantai sesuai perjanjian di hadapan penduduk kedua negeri. Cinta mereka telah berganti menjadi lautan marah... dan darah! Burgeon berteriak, kemudian untuk menebus dosanya, dia mengambil menikamkan dua anak panah lalu merobek dadanya sendiri. 

Melihat demikian, Twig berlari kepada kekasihnya yang tengah sekarat. Didekapnya tubuh yang menjadi nyawanya selama ini. Sekarang tubuh itu tidak lagi bernyawa, maka tidak ada alasan lagi untuk dirinya tetap hidup. Keluarga yang dia cintai pun telah menanggung perbuatannya, saat itu Twig merasa dirinyalah manusia yang paling penuh dosa; bahkan neraka pun seakan tidak pantas memenjaranya.

"Lesatkan seluruh panah yang tersisa, biar bersarang di tubuhku. Habiskan semuanya sebab tanpa kekasihku aku bukan lagi pemburu. Kami akan mati di sini, berpelukan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun