Mohon tunggu...
Tinton Ditisrama
Tinton Ditisrama Mohon Tunggu... Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Jayabaya

"Seorang pembelajar dan penikmat hukum, politik, dan juga musik yang dengan senang hati bisa berbagi pemikiran dan wawasan." Penulis buku: 1. Hukum Tata Negara Indonesia -Teori dan Penerapan- (Pengantar: Dr. Bambang Soesatyo, MBA); dan 2. Teori dan Hukum Konstitusi (Pengantar: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH; dan Prof. Dr. Fauzi Yusuf Hasibuan, SH, MH)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Parlemen Indonesia: Dari Volksraad Kolonial ke Sistem Bikameral Demokratis

7 April 2025   00:37 Diperbarui: 7 April 2025   09:31 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang Paripurna MPR-RI (Foto: Google)

Pendahuluan 

Tulisan ini merupakan bagian dari artikel berseri yang sedang saya susun mengenai kelembagaan negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dengan pendekatan historis-konstitusional. Dalam seri ini, saya akan mengupas evolusi lembaga-lembaga negara, peran dan relasinya dalam praktik ketatanegaraan, serta dinamika politik hukum yang menyertainya, sebagai bagian dari refleksi atas konsolidasi demokrasi pasca reformasi.

Adapun dalam tulisan ini, saya menguraikan sejarah parlemen Indonesia sebagai institusi representatif, dengan penekanan pada perkembangan normatif, pergeseran kekuasaan, serta konteks sosial politik yang melingkupinya.

Pengertian Parlemen

Parlemen adalah lembaga perwakilan rakyat yang memiliki fungsi utama dalam proses legislasi (pembentukan undang-undang), pengawasan terhadap pemerintahan, dan penyusunan anggaran negara. Dalam sistem demokrasi, parlemen adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui wakil-wakil yang dipilih secara langsung atau tidak langsung.

Di Indonesia, parlemen terdiri dari dua kamar (bikameral), yaitu:

  • Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) -- mewakili rakyat secara nasional.
  • Dewan Perwakilan Daerah (DPD) -- mewakili daerah-daerah.

Keduanya bersama-sama membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang juga memiliki fungsi konstitusional tertentu.

Dasar hukum keberadaan parlemen:

  • Pasal 19--22D UUD 1945: Mengatur DPR dan DPD.
  • Pasal 2 dan 3 UUD 1945: Mengatur MPR.
  • UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Sejarah Parlemen di Indonesia

1. Masa Kolonial Belanda - Volksraad (1918-1942)

Lembaga parlemen pertama di Indonesia adalah Volksraad atau Dewan Rakyat, dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1918. Volksraad beranggotakan orang Belanda, Eropa Timur, dan sedikit kaum bumiputera.

Meskipun tidak memiliki kekuasaan legislatif yang nyata, Volksraad adalah forum penting bagi elite nasionalis awal (seperti Tjipto Mangunkusumo dan Soetomo) menyuarakan aspirasi rakyat Indonesia. Volksraad hanya bersifat penasihat bagi Gubernur Jenderal.

Belum ada dasar hukum nasional karena Indonesia belum merdeka.

2. Masa Pendudukan Jepang -Chuo Sangi In (1943-1945)

Pemerintahan Jepang membubarkan semua lembaga bentukan Belanda dan menggantikannya dengan badan-badan baru. Salah satunya adalah Chuo Sangi In, Dewan Pertimbangan Pusat, yang hanya bertugas memberi saran kepada penguasa militer Jepang.

Tidak ada sistem parlemen yang demokratis. Fungsi representatif rakyat nyaris tidak ada.

3. Masa Awal Kemerdekaan - KNIP (1945--1949)

Setelah Proklamasi, UUD 1945 menetapkan sistem negara dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi (Pasal 1 ayat 2 UUD 1945). Karena MPR dan DPR belum terbentuk, Presiden Soekarno membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) melalui Keputusan Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945.

KNIP awalnya hanya bersifat penasihat presiden, namun mulai 1945--1950, berfungsi sebagai parlemen de facto.

Dasar hukum: UUD 1945 (naskah asli) dan Keputusan Presiden No. X/1945.

4. Masa Republik Indonesia Serikat (RIS) - DPR RIS dan Senat (1949--1950)

Berdasarkan Konstitusi RIS (1949), Indonesia menganut sistem federal. Parlemen terdiri dari:

  • DPR RIS, sebagai kamar rendah.
  • Senat, sebagai kamar tinggi mewakili negara bagian.

Namun sistem ini tidak bertahan lama karena banyak tekanan untuk kembali ke negara kesatuan. Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan.

Dasar hukum: Konstitusi RIS 1949, Pasal 70--100.

5. Masa Demokrasi Parlementer (1950--1959)

Dengan diberlakukannya UUDS 1950, Indonesia menganut sistem parlementer. Parlemen terdiri dari DPR dan Konstituante:

  • DPR memiliki fungsi legislasi dan pengawasan terhadap kabinet.
  • Konstituante, hasil pemilu 1955, bertugas menyusun UUD baru.

Namun Konstituante gagal mencapai kesepakatan dan mengalami kebuntuan politik. Maka pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945.

Dasar hukum: UUDS 1950, Pasal 45--78.

6. Masa Demokrasi Terpimpin - DPR-GR (1959-1966)

Setelah Dekrit Presiden 1959, Soekarno membentuk DPR-GR (Gotong Royong), yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden. Lembaga ini lebih merupakan alat legitimasi kekuasaan eksekutif daripada parlemen yang independen.

MPR belum dibentuk sebagai institusi formal. Semua lembaga berada di bawah kendali Presiden Soekarno yang menjadi pemegang kekuasaan tertinggi.

Dasar hukum: Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1960, dan UUD 1945 yang berlaku kembali.

7. Masa Orde Baru - DPR dan MPR (1966--1998)

Soeharto mulai membangun kembali sistem perwakilan rakyat formal:

  • DPR dipilih melalui pemilu setiap 5 tahun, tetapi didominasi oleh Golkar dan dikontrol ketat.
  • MPR menjadi lembaga tertinggi negara yang memilih Presiden dan menyusun GBHN.

Namun, parlemen saat itu lebih banyak berperan sebagai stempel kebijakan eksekutif. Kritik dibatasi dan kebebasan politik sangat sempit.

Dasar hukum: UUD 1945, UU No. 16 Tahun 1969, dan UU No. 5 Tahun 1971.

8. Masa Reformasi -- Parlemen Demokratis (1999--sekarang)

Pasca 1998, Indonesia mengalami reformasi besar-besaran. Amandemen UUD 1945 (1999--2002) membawa perubahan fundamental:

  • DPR menjadi lembaga legislatif kuat (Pasal 20--21).
  • Dibentuk DPD sebagai representasi daerah (Pasal 22C--22D).
  • MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, tetapi lembaga tinggi yang berwenang mengubah UUD dan melantik Presiden (Pasal 3).

DPR dan DPD dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu, menjadikan parlemen sebagai pilar utama demokrasi konstitusional.

Dasar hukum: Hasil Amandemen UUD 1945, khususnya Bab VII A dan VII B; serta UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Penutup

Sejarah parlemen di Indonesia menggambarkan dinamika antara kekuasaan rakyat, sistem pemerintahan, dan perjuangan menuju demokrasi. Dari Volksraad yang simbolik, KNIP yang revolusioner, DPR-GR yang otoriter, hingga DPR dan DPD yang demokratis saat ini, semuanya mencerminkan perkembangan ide dan praktik perwakilan dalam negara hukum Indonesia.

---------------

Referensi

A. Dasar Hukum Konstitusional

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum dan sesudah amandemen).
  2. Undang-Undang Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).
  3. Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949.
  4. Keputusan Presiden No. X Tahun 1945.
  5. Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1960.
  6. Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

B. Literatur Akademik

  1. Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Konstitusi Press, 2005.
  2. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, 2008.
  3. Bagir Manan, Kedudukan dan Fungsi Legislasi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, FH UII Press, 2002.
  4. Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Peran DPR dalam Pembentukan UU, Rajawali Press, 2010.
  5. Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, 2011.
  6. Hedwig A. Mau, dan Tinton Ditisrama, Hukum Tata Negara Indonesia: Teori dan Penerapan, Amerta,2024.
  7. Hedwig A. Mau, dan Tinton Ditisrama, Teori dan Hukum Konstitusi, Amerta, 2025.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun