Berdasarkan Konstitusi RIS (1949), Indonesia menganut sistem federal. Parlemen terdiri dari:
- DPR RIS, sebagai kamar rendah.
- Senat, sebagai kamar tinggi mewakili negara bagian.
Namun sistem ini tidak bertahan lama karena banyak tekanan untuk kembali ke negara kesatuan. Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan.
Dasar hukum: Konstitusi RIS 1949, Pasal 70--100.
5. Masa Demokrasi Parlementer (1950--1959)
Dengan diberlakukannya UUDS 1950, Indonesia menganut sistem parlementer. Parlemen terdiri dari DPR dan Konstituante:
- DPR memiliki fungsi legislasi dan pengawasan terhadap kabinet.
- Konstituante, hasil pemilu 1955, bertugas menyusun UUD baru.
Namun Konstituante gagal mencapai kesepakatan dan mengalami kebuntuan politik. Maka pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945.
Dasar hukum: UUDS 1950, Pasal 45--78.
6. Masa Demokrasi Terpimpin - DPR-GR (1959-1966)
Setelah Dekrit Presiden 1959, Soekarno membentuk DPR-GR (Gotong Royong), yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden. Lembaga ini lebih merupakan alat legitimasi kekuasaan eksekutif daripada parlemen yang independen.
MPR belum dibentuk sebagai institusi formal. Semua lembaga berada di bawah kendali Presiden Soekarno yang menjadi pemegang kekuasaan tertinggi.
Dasar hukum: Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1960, dan UUD 1945 yang berlaku kembali.