Sekitar jam satu siang, pegawai yang tadi pagi menemui kami datang lagi.
"Silakan, Bapak dan Mbak ikut saya ke mobil. Saya antar ke penginapan," katanya sambil tersenyum.
Kami mengekor, setengah lega akhirnya ada sesuatu yang bergerak dalam hidup kami hari itu.
Di dalam mobil, si pegawai memberi pesan, "Nanti malam nggak usah cari makan, ya, Pak, Mbak. Panitia akan jemput buat makan malam di restoran."
Aku hanya mengangguk. Yani tersenyum kecil, matanya menerawang keluar jendela.
Tiba di penginapan, kami ditempatkan di kamar yang bersebelahan.
Sebenarnya, mes untuk putri ada di gedung lain. Tapi karena baru kami berdua, Yani untuk sementara ditempatkan di sebelah kamarku.
"Mbakyu sementara di kamar sebelah, ya, Pak. Nanti kalau peserta lain datang, Mbakyu dipindah ke mes putri," jelas pegawai itu, lebih santai.
"Selamat beristirahat," tambahnya, lalu pergi, meninggalkan kami berdiri di koridor yang sepi.
Sejenak kami saling pandang, lalu tertawa kecil --- tanpa kata, sama-sama merasa betapa anehnya perjalanan ini.
Sore itu kami tak punya acara.
Jadi kami duduk di teras, melanjutkan obrolan tanpa arah.
Angin sore mengusap pelan, langit perlahan berubah warna.
Matahari mulai turun, meninggalkan jejak oranye di ufuk.
Yani yang sudah mulai lepas menawarkan sesuatu.
"Mas, mau kopi? Aku bikinin, ya."