Untuk mengatasi skor rendah pada Financial Services dan Market Competition, pemerintah dapat memperluas akses pembiayaan bagi UMKM melalui skema kredit yang lebih mudah dan terjangkau. Selain itu, regulasi yang mendorong persaingan pasar yang sehat, seperti mencegah monopoli dan mendukung transfer teknologi, perlu diperkuat.
4. Standarisasi Layanan Publik Antar-Daerah Â
Pemerintah daerah harus didorong untuk menstandarisasi kualitas layanan publik, terutama di daerah tertinggal. Investasi dalam infrastruktur digital dan pelatihan aparatur sipil negara (ASN) di tingkat lokal dapat mengurangi ketimpangan waktu dan biaya dalam proses perizinan.
5. Kolaborasi Multipihak Â
Melibatkan pelaku usaha, asosiasi pekerja, akademisi, dan organisasi internasional dalam merumuskan kebijakan reformasi akan memastikan bahwa regulasi yang dibuat sesuai dengan kebutuhan pasar. Forum dialog seperti yang diselenggarakan oleh Kementerian Investasi/BKPM dapat menjadi platform untuk mengidentifikasi hambatan dan peluang perbaikan.
Rendahnya capaian Indonesia dalam Business Ready Index (B-Ready) 2024 mencerminkan tantangan struktural dalam birokrasi, kepailitan, akses pembiayaan, dan persaingan pasar.Â
Meskipun Indonesia menunjukkan kekuatan pada aspek Labor dan Utility Services, kelemahan pada indikator seperti Business Insolvency dan Market Competition menghambat daya saing ekonomi nasional.Â
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029, pemerintah perlu mempercepat reformasi melalui digitalisasi layanan publik, penyederhanaan regulasi, dan peningkatan kualitas layanan di seluruh daerah.Â
Dengan komitmen kuat dan kolaborasi multipihak, Indonesia dapat memperbaiki iklim usaha dan menarik lebih banyak investasi, sehingga memperkuat posisinya sebagai salah satu kekuatan ekonomi di ASEAN dan global.
Daftar Pustaka Â
- Hukumonline.com. (2025). World Bank B-Ready: Indonesia Dapat Skor Rendah Kepailitan Bisnis. Â