Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Rendahnya Capaian Indonesia dalam Business Ready Index 2024

21 Agustus 2025   16:12 Diperbarui: 22 Agustus 2025   04:56 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi | AP Photo via Kompas TV

Kelemahan dalam Business Insolvency  

Indonesia mendapat skor rendah pada indikator Business Insolvency (57/100) karena tingginya biaya proses kepailitan dan kurangnya efisiensi dalam sistem hukum kepailitan. 

Menurut Norman Loayza, Direktur Global Indicators Group Bank Dunia, biaya kepailitan di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara dengan sistem yang lebih efisien. 

Hal ini menghambat penyelesaian kasus kepailitan secara cepat dan transparan, sehingga mengurangi kepercayaan investor terhadap kepastian hukum di Indonesia.

Keterbatasan dalam Financial Services dan Market Competition  

Skor rendah pada Financial Services (57/100) dan Market Competition (52/100) mencerminkan tantangan dalam akses pembiayaan dan transfer teknologi. Indonesia belum optimal dalam menyediakan infrastruktur untuk transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fasilitas pembiayaan yang mendukung pelaku usaha. 

Selain itu, rendahnya skor Market Competition menunjukkan adanya hambatan dalam menciptakan pasar yang kompetitif, seperti regulasi yang kurang mendukung persaingan usaha dan dominasi beberapa pelaku besar di pasar tertentu.

Ketimpangan Layanan Publik Antar-Daerah  

Laporan B-Ready menyoroti ketimpangan kualitas layanan publik antar-daerah di Indonesia. Proses pendirian usaha dapat memakan waktu 3 hingga 80 hari tergantung pada lokasi, yang menunjukkan kurangnya standarisasi pelayanan di tingkat lokal. Infrastruktur layanan publik yang belum merata, terutama di daerah luar Jawa, menjadi salah satu penyebab utama rendahnya efisiensi operasional.

Implikasi Ekonomi dan Tantangan ke Depan

Rendahnya capaian Indonesia dalam B-Ready 2024 memiliki implikasi signifikan terhadap daya tarik investasi dan pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan motor utama untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029, sebagaimana dicanangkan oleh pemerintah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun