Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kasus Kolam Merah [Detektif Kilesa]

16 Juli 2020   17:34 Diperbarui: 16 Juli 2020   17:34 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Lalu ia membunuhnya di dalam kolam?"

Dengan wajah masih memelas, Yudha mengangguk. Aku mengernyit. Cerita ini sedikit berbeda dengan yang dikatakan Udin. Aku kemudian berbisik kepada Mahmud apakah ia menemukan dompet Reni di dalam kolam atau tubuh Iwan, namun Mahmud menggeleng. Mungkin dompet itu sudah diambil kembali oleh Reni, lalu ia kabur. Aku kemudian bertanya.

"Jika seseorang yang membawa pisau akan terlihat membunuh orang lain, mengapa kau tidak mencegahnya?"

"Aku tidak berani, tuan -- tuan. Nyonya Reni nampaknya begitu bernafsu sekali."

"Setelah ia menyerang Iwan, apa yang terjadi?"

"Aku hanya bersembunyi di dalam dapur selama keributan terjadi, baru memberanikan diri keluar setelah tidak lagi ada ribut -- ribut. Tubuh tuan Iwan sudah mengambang di atas air, jadi sepertinya ia sudah tewas. Aku mendongak ke atas dan melihat bahwa tuan Udin juga menyaksikan semuanya. Maka aku segera berlari ke atas, namun tuan Udin berseru agar diam di tempat dan jangan rusak TKP. Itu yang kulakukan, tuan -- tuan. Ia juga meminta untuk menghubungi polisi."

Ceritanya cocok. Tidak ada yang aneh. Maka kini tidak ada yang bisa dilakukan polisi selain menjaga daerah TKP dan mengejar Reni Sengkala. Hasil otopsi juga perlu dipertimbangkan, namun dugaanku tidak akan berpengaruh besar. Kami akhirnya mohon diri dan kembali menuju kolam. Pada saat ini hujan turun rintik -- rintik. Gerimis turun, dan makin kencang. Kami bertiga terdiam, memikirkan kasus yang baru saja terjadi. Rintik -- rintik itu menghamburkan air kolam, menimbulkan riak -- riak yang cukup besar. Pada saat inilah aku mengakui bahwa air kolam itu bukan merah. Gerimis telah menimbulkan warna asli dari air kolam: bening.

Mahmud menyengir, "Ini sama seperti ketika aku datang tadi jam setengah sepuluh. Gerimislah yang membuatku langsung tahu bahwa air itu tidak merah."

Aku sedikit mengernyit, "Sebelum jam setengah sepuluh, sebelum kami datang, sudah terjadi gerimis?"

Mahmud mengangguk. "Lalu berhenti ketika kalian datang. Mungkin memang hujan lokal."

Sebuah ide muncul di kepalaku. Aku bertanya pada Mahmud apakah ia merekam teras ketika kita menjenguk tuan Udin Sengkala tadi. Ia membenarkan, lalu menyerahkan sebuah kamera kecil. Aku mengecek foto -- foto yang telah diambil. Untung Mahmud adalah seorang polisi yang jeli. Tebakanku tepat. Di foto -- foto ini, ada empat pasang jejak kaki di teras. Aku tidak menyadari ini ketika masuk ke teras tadi. Begitu ada pengetahuan gerimis, otakku langsung konek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun