Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kasus Kolam Merah [Detektif Kilesa]

16 Juli 2020   17:34 Diperbarui: 16 Juli 2020   17:34 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di ruang tengah hanya ada sebuah meja makan bundar beserta kursi -- kursinya. Dua buah lukisan ekspresionis menggantung di dinding, satu ketika kami akan naik tangga. Sebuah patung barong mungil terletak di rak pajangan di samping kamar mandi. Aku berpikir mungkin tingkat dualah yang menjadi galeri kebanggaan seniman ini.

Ternyata tingkat dua pun tidak jauh berbeda. Aku bertukar pandangan dengan Charles dan sepertinya pikiran kami sama. Aku mencoba menghibur diri.

"Mungkin saja ia mempunyai sebuah ruangan khusus di rumah ini, di mana karya -- karyanya, juga koleksi -- koleksi dari seniman lain ditempatkan."

"Aku juga berharap seperti itu, Kilesa."

Akhirnya kami tiba di teras terbuka yang dibatasi dengan ruang dalam oleh kaca geser yang besar. Seseorang bernama Udin Sengkala masih duduk di atas kursi goyangnya. Rambutnya berkibar diterpa angin, janggut kambingnya berwarna keputihan akibat susu krem di samping, serta kaca mata hitam sebagai pelengkap gaya angkuh. Ia mengenakan jubah tidur panjangnya. Jika memang ia adalah pembunuh Iwan Tejakusumo, maka ini adalah sebuah penghinaan besar bagi para anggota polisi.

Dari teras itu, pemandangan cukup luas bisa terlihat. Kolam renang seluruhnya tampak, bahkan juga beberapa halaman tetangga. Sungguh aneh melihat warna merah menonjol sendirian di samping rumput hijau milik tetangga. Kini pemilik kolam merah itu tetang tenang ketika berhadapan dengan kepolisian. Apakah ia juga tetap tenang ketika menyaksikan ada mayat mengambang di kolamnya? Ini aneh.

"Tuan Udin Sengkala, bagaimana mungkin anda bisa tetap tenang duduk di kursi goyang ini dan menyaksikan dari atas semua pekerjaan polisi?" Pertanyaan pertama Charles mewakili keresahanku.

"Aku benci orang itu, polisi. Aku benci Iwan Tejakusumo. Ia layaknya parasit yang hidup di keluargaku."

Charles berbisik, "Bagus, Udin, teruslah. Teruslah buat dirimu semakin dicurigai."

Aku mengambil alih, "Maka kau memutuskan untuk berbuat sesuatu? Dengan cara mengakhiri hidupnya?"

Udin menatapku. Di balik lindungan kaca mata hitamnya aku tidak tahu apakah ia melakukan kontak mata padaku. "Aku mengatakan bahwa aku tidak suka orang ini. Bukan berarti aku membunuhnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun