Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pewaris Tahta yang Bersembunyi [Novel Nusa Antara]

22 April 2020   09:31 Diperbarui: 22 April 2020   09:32 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tidak ada hal lain yang bisa dilakukan oleh sang calon pewaris tahta membuatnya memantapkan niat untuk kembali menyaksikan medan pertarungan. Matahari sudah hampir terbenam pada saat itu, menyebabkan warna lembayung merah kehitam -- hitaman menghias angkasa. Obor -- obor sudah mulai dinyalakan. Jarak pandang mulai terbatas, namun arena pertarungan masih bergemuruh. Rakai Pikatan dari jauh tidak dapat lagi mengetahui apakah pasukan pemuda unggul atau sebaliknya. Yang ia dapat perhatikan ialah pasukan bercelana kuning terus bertambah dari arah hutan, seperti air sungai yang terus menerus mengalir menuju laut. Rakai Pikatan mengetahui arti dari pertarungan ini. Kekalahan hanya tinggal menunggu waktu saja. Kita kalah jumlah.

Rakai Pikatan melangkah menuju teras selatan. Keadaan perang membuat Harian Adhyaksa dan Mapala Senadi menyuruh warganya untuk menutup pintu dan jendela dengan rapat. Bahkan Mapala Senadi memaksa warga untuk memalangi pintunya dengan kayu balok tambahan atau apapun yang dimiliki oleh warga. Hal itulah yang disaksikan oleh Rakai Pikatan pada saat ini. Tidak ada satupun pintu atau jendela yang terbuka. 

Para prajurit bercelana kuning mulai berseliweran di rumah penduduk, mencari pintu yang terbuka untuk mencari mangsa. Salah seorang prajurit mulai mendobrak -- dobrak rumah warga. Dengan pedangnya ia memotong gagang pintu dan menjebol pintu masuk sebuah rumah. Para prajurit lain mengikutinya. Beberapa hitungan berikutnya mereka keluar dengan pedang dan tombak berlumuran darah. Rumah -- rumah lainnya pun mulai dibobol. Teriakan demi teriakan terdengar dari arah pemukiman warga.

Rakai Pikatan memejamkan mata. Sungguh kejam sekali yang namanya perang. Orang tak berdosa jadi korban, demi sebuah penaklukkan.

Ketika ia membuka matanya, Rakai Pikatan menyaksikan seorang wanita tua berambut panjang diseret oleh seorang prajurit ke tengah -- tengah jalan. Ia menendang kepala wanita itu sebelum menghunus pedangnya membelah perut sang wanita tua. Wanita tua itu berteriak kesakitan, namun ia belum mati. Dengan usus yang berhamburan keluar, ia memohon kepada prajurit untuk membunuhnya. Prajurit itu menendang dan meninggalkannya, membuat wanita tua itu berteriak -- teriak ke sekelilingnya, memohon siapapun untuk membunuhnya.

Rakai Pikatan tidak dapat lagi menyaksikan penderitaan yang dialami oleh warga. Ia melangkah masuk dan duduk merenung. Sang pewaris takhta membenamkan mukanya di pangkuan.

Ujian macam apakah ini, wahai Batara Siwa? Inikah yang akan kulakukan jika aku menjadi raja kelak? Menyaksikan rakyat dibantai dengan kejam? Aku mulai membenci kekuasaan. Aku mengerti perasaan raja yang tidak ingin melibatkan warga.

Sebuah suara mengagetkannya.

"Tenanglah, calon putra mahkota, semua akan baik -- baik saja."

Rakai Pikatan menengadahkan kepala, mencari sumber suara. Apakah itu Pramawisastra? Tetapi ia masih dalam tapanya. Ia menoleh kesana kemari dan menemukan bahwa masih hanya dirinya dan sang bupatilah yang tinggal di ruangan itu. Rakai Pikatan kembali merenung.

Apapun itu, aku tidak peduli. Bagaimana mungkin rakyat yang dilenyapkan dengan sadis adalah baik -- baik saja. Mustahil. Aku memang tidak pandai bertarung, namun jika bisa aku akan melakukan tapa untuk menukar ragaku dengan para khalayak.  Rakai Pikatan mulai merasa geram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun