Ardi.
Ia berdiri dengan cepat, hampir menjatuhkan novel dari pangkuannya. Pintu terbuka, dan sosok suaminya muncul di ambang pintu.
Tapi tidak ada senyum di sana. Tidak ada tatapan lega, tidak ada pelukan seperti yang ia harapkan.
Wajah Ardi tampak lebih lelah dari pagi tadi. Matanya terlihat sembab, rahangnya mengeras. Ia meletakkan tas selempangnya di atas meja tanpa sepatah kata.
Nia menelan ludah. "Mas..."
Ardi tidak menoleh.
Nia mendekatinya, duduk di sofa sebelahnya. Jarak mereka hanya beberapa sentimeter, tapi rasanya seperti dipisahkan oleh dinding tak kasat mata.
"Aku... aku salah, ya?" suara Nia lirih, hampir tenggelam dalam udara yang pekat di antara mereka. "Aku nggak seharusnya memberi kejutan seperti itu?"
Ardi tetap diam.
"Aku pikir... kamu akan senang," lanjutnya, suaranya bergetar. "Aku pikir kamu akan memelukku. Aku pikir kita akan menangis bersama karena bahagia. Tapi..."
Nia mengusap matanya. Dadanya sesak.