Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Agribusiness Enthusiast

Agribusiness Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen "Senja yang Enggan Tenggelam"

24 September 2025   18:24 Diperbarui: 24 September 2025   18:24 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senja di jalanan kota (Foto/Dodik Suprayogi)

Dua tahun, waktu yang cukup untuk sejenak menepi dan membangun sebuah kehidupan baru, mengenal wajah-wajah baru, dan menyusun cerita baru. Rendra pikir, dua tahun sudah lebih dari cukup untuk melupakan Riska. Ia telah mendaki hampir seluruh gunung di Pulau Jawa, dari Penanggungan hingga Puncak Mahameru. Setiap kali kapal motor vespa yang ia tumpangi meneduh, ia berharap bisa meninggalkan bayangan masa lalu di tepian jalan. Namun, setiap kali ia kembali ke Surakarta, semua kenangan itu menyambutnya seperti gelombang pasang yang tak pernah surut.

Hari itu, senja di utara Sriwedari terasa sama menyakitkannya. Langit jingga dan ungu membentang menjadi mega, memantul di permukaan air yang tenang. Rendra, yang kini gemar lari sore, berdiri di depan kolam pancuran air, menatap senja yang makin mendekat. Aroma tanah sehabis hujan yang bercampur dengan wangi parfum Riska yang selalu ia asosiasikan dengan senja, dengan kenangan. Nama itu, Riska, bagai bisikan angin yang tak pernah hilang dari telinganya.

Dua tahun lalu, ia meninggalkan Surakarta, meninggalkan Riska. Sebuah perpisahan tanpa kata, hanya selembar surat yang ia selipkan di bawah daun pintu, Riska sebelum membuka pintu. "Aku harus pergi, Riska. Maaf." Itu adalah satu-satunya kalimat yang ia tulis. Sebuah kalimat singkat yang merangkum semua ketakutan dan ambisinya. Ia ingin melihat dunia, menginjakkan kaki di berbagai tempat baru, menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari kesederhanaan Surakarta. Ia yakin, jarak akan menjadi penawar, akan menghapus semua jejak Riska dari hatinya.

Selama Dua tahun, ia telah menyaksikan keindahan yang tak terhitung. Ia mendaki gunung-gunung perkasa di Jawa, merasakan dinginnya udara di ketinggian, dan tersesat di antara hutan-hutan lebat di Gunung Slamet. Ia bertemu dengan ratusan orang, mendengar ribuan cerita, dan menari di berbagai festival yang ramai. Namun, setiap kali ia memejamkan mata, wajah Riska selalu hadir. Senyumnya, tawa renyahnya, dan yang pasti tahi lalat menghias manis di kelopak mata kanannya, semuanya masih tersimpan jelas di benaknya. Kenangan itu tidak memudar, ia hanya tertidur, dan kini, kembali di Surakarta, kenangan itu bangun.

Rendra turun dari vespa tua tahun 1970 yang ia beli tahun lalu, langkahnya terasa berat saat menapaki tanah Surakarta. Jalanan yang dulu ia hafal di luar kepala kini dipenuhi gedung-gedung baru yang menjulang tinggi dan kafe-kafe modern yang ramai. Ia menyusuri jalanan, mencari-cari jejak masa lalu yang mungkin masih tersisa. Hingga ia tiba di Sriwedari, tempat yang paling sering ia kunjungi bersama Riska. Di sana, di bawah pepohonan, ia melihat sebuah bangku taman yang tak terasa asing. Itu adalah bangku di mana mereka sering duduk, berbagi cerita dan impian.

Ia duduk di bangku itu. Merasakan dinginnya kayu yang usang, Rendra teringat sebuah percakapan.

"Kenapa kamu suka senja, Ris?" tanyanya saat itu.

Riska menatapnya dengan mata berbinar. "Karena senja itu janji. Janji bahwa meskipun hari akan berakhir, matahari akan kembali besok."

Baca juga: Cerpen "Soul Tie"

Saat itu, Rendra hanya menganggapnya sebagai kata-kata puitis. Sekarang, setelah bertahun-tahun berkelana, ia akhirnya mengerti. Senja adalah janji untuk kembali. Tapi ia gagal menepati janji itu. Ia tidak kembali untuk Riska, ia hanya kembali ke tempat ia meninggalkannya.

Sebuah suara memecah lamunannya. "Rendra?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun