Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Joko Tingkir Bag 13

13 September 2025   05:04 Diperbarui: 13 September 2025   05:04 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Tingkir: Skrinsyut 

Murka Arya Penangsang


Kadipaten Jipang, sore hari. Langit barat memerah, seakan ikut menyulut api yang bergolak di dalam hati seorang bangsawan muda. Arya Penangsang duduk di balairungnya, wajahnya merah padam, sorot matanya tajam seperti bilah keris yang baru diasah.

Di hadapannya, seorang prajurit berlutut, menyampaikan kabar dari Demak.
"Gusti Adipati... Sultan Trenggana telah mengangkat Jaka Tingkir menjadi Senopati Muda."

Baca juga: Joko Tingkir Bag 7

Sekejap hening. Lalu terdengar dentuman keras. Arya Penangsang menghantam meja kayu di depannya hingga piala tembaga berisi tuak tumpah berceceran ke lantai.

"Apa? Anak desa itu? Seorang gembel dari Tingkir diangkat jadi senopati?" suaranya menggelegar.

Prajurit itu gemetar, menunduk dalam-dalam. "Inggih, Gusti... demikian titah Sultan."

Arya Penangsang berdiri, dadanya naik-turun menahan amarah. Ia melangkah mondar-mandir, jubah hitamnya berayun, kain batiknya terseret lantai.

Baca juga: Joko Tingkir Bag 4

"Tidak cukupkah Sultan Trenggana mempermalukan darah bangsawan? Tidak cukupkah fitnah keris yang dilemparkan kepadaku? Kini dia menobatkan anak piatu, bekas penggembala kerbau, jadi senopati?!"

Baca juga: Joko Tingkir Bag 8

Bayang-Bayang Keris

Arya Penangsang berhenti melangkah, menatap ke arah dinding balairung tempat sebilah keris tergantung. Keris itu berlukiskan naga pada ukirannya, hampir serupa dengan keris yang disebut-sebut ditemukan Jaka Tingkir di kapal perompak.

Ia mengepalkan tangan. "Itu pasti akal bulusnya. Keris itu dicuri, lalu dilemparkan ke laut untuk menjatuhkanku. Semua orang di paseban pasti berbisik namaku. Fitnah! Pengkhianatan!"

Suara Arya Penangsang bergetar, bukan hanya oleh amarah, melainkan juga rasa terhina. Bagi seorang adipati, nama baik adalah segalanya. Dan kini, namanya tercoreng di jantung istana.

Siasat dan Dendam

Seorang penasehat tua yang duduk di sudut balairung angkat bicara dengan hati-hati.
"Gusti Adipati, amarah memang layak. Namun jangan terburu-buru. Senopati muda itu hanya diberi kedudukan. Banyak bangsawan lain yang juga merasa terhina. Jika Gusti bersabar, badai akan datang sendiri ke pihak Demak."

Arya Penangsang menoleh, matanya menyala. "Bersabar? Setiap hari aku mendengar namaku jadi bahan bisik-bisik. Mereka menuduhku, dan aku harus diam?"

Penasehat itu menunduk. "Benar, Gusti. Namun senopati baru itu belum berakar. Banyak yang iri, banyak yang menunggu ia jatuh. Biarkan dia berdiri tinggi dulu... semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin yang merobohkannya."

Ucapan itu menenangkan Arya Penangsang sedikit. Ia duduk kembali, namun jemarinya masih mengetuk-ngetuk gagang tombak di samping kursi.

"Baiklah," katanya akhirnya. "Jika demikian, kita biarkan dia naik. Tapi ingat... pohon yang tinggi bisa tumbang bukan hanya oleh angin. Bisa juga ditebang."

Malam di Jipang

Malam turun di Jipang. Arya Penangsang berdiri di serambi kadipaten, menatap bulan purnama yang menggantung pucat di langit. Angin malam membawa suara jangkrik dan bau tanah basah.

Di dalam hatinya, dendam sudah tertanam. Bagi Arya Penangsang, pengangkatan Jaka Tingkir sebagai senopati bukan sekadar keputusan politik. Itu penghinaan pribadi, tantangan terhadap darah bangsawan, dan luka yang menuntut balas.

Ia berbisik lirih, namun penuh api:
"Jaka Tingkir... Senopati Muda Demak... kita lihat sampai kapan kau bisa berdiri di atas kejayaan itu. Aku, Arya Penangsang, tidak akan tinggal diam."

Bulan pucat menjadi saksi, sementara bayangan dendam mulai menjelma badai yang kelak akan mengguncang Demak dari dalam.

Bersambung 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun