Mohon tunggu...
Anastasya Pratiwi
Anastasya Pratiwi Mohon Tunggu... Teknologi Pangan | Penulis | Penerjemah

Mereka bilang aku anak pangan. Sesungguhnya, aku pecinta rasa, nada, sastra, bahasa, dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bangkai, Belatung, dan Darah

25 Maret 2025   21:46 Diperbarui: 25 Maret 2025   21:53 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Human eye photo (Sumber: Unsplash/takwa abdo)

Tampak bayangan orang-orang dengan sinar lilin yang redup dari balik tirai. Mereka memanjatkan doa-doa aneh, lebih seperti mantra. Jessi bersembunyi di semak-semak, mempersiapkan ponsel pintarnya, dan merekam video.

"Aminah Subakti... Aminah Subakti... Aminah Subakti...," gumaman itu terdengar cukup jelas. Mungkin orang biasa tidak bisa membedakan, namun Jessi dengan pendengarannya yang tajam sangat yakin dengan apa yang terjadi. Suara ini sekalipun disamarkan dengan pengubah suara tetaplah berkesan.

Oh, jadi selama ini?

***

Saya tau apa yang terjadi kepada Jeng Aminah 8 tahun lalu, laporan itu membawa Kapolsek Dodi datang langsung ke rumah Bu Seno untuk menemui Jessi.

"Selamat siang, Bu Seno. Jessi, apa benar kamu yang melaporkan hal ini?"

Jessi yang duduk di seberang Kapolsek Dodi dengan Mamanya mengangguk dengan cepat. Bu Seno membelalakkan mata, tangannya merangkul dan mengguncangkan bahu anak gadis itu.

"Jangan bercanda kamu, nak!" 

Saya punya barang bukti, tapi... calon tersangka itu harus dibawa ke hadapan saya dulu, Kapolsek Dodi tertawa dan menyanggupi persyaratan absurd Jessi. Tak berlangsung lama, empat orang itu tertawan dan ruang tamu di siang penghakiman itu terasa semakin membara.

"Baik, karena semua udah disini, ijinkan saya menjelaskan kronologi dan barang bukti ini...," nada robot dari ponsel pintar Jessi terdengar penuh tekad.

"Yang jelas, pelakunya empat orang. Tiga wanita pemulung kayu bakar dan satu laki-laki penimbun harta haram. Jeng Aminah tidak pindah, ia dijadikan tumbal ambisi dunia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun