Mohon tunggu...
Anastasya Pratiwi
Anastasya Pratiwi Mohon Tunggu... Teknologi Pangan | Penulis | Penerjemah

Mereka bilang aku anak pangan. Sesungguhnya, aku pecinta rasa, nada, sastra, bahasa, dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bangkai, Belatung, dan Darah

25 Maret 2025   21:46 Diperbarui: 25 Maret 2025   21:53 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Human eye photo (Sumber: Unsplash/takwa abdo)

Berkebutuhan khusus. Vonis tersebut seakan menjadi batu sandungan bagi dunia Jessi sejak kecil. Gagu, tiada suara yang terdengar dari mulut kecilnya. Namun, tak seorangpun tahu perempuan mungil itu memiliki kondisi yang langka. Tidak juga Mamanya.

"Jessi! Ke kampus?" Cik Lili menyapa sambil menggendong bayinya. Anggukan demi anggukan dan menutupi wajah dengan masker medis adalah senjata untuk membentengi dirinya.

"Hati-hati, ya, Jessi...," Ustazah Cika melambaikan tangannya saat tengah menyerbu penjaja sayur keliling. Wanginya menenangkan kali ini, pikir Jessi.

Langkah kaki seribu buru-buru dihentakkannya saat melintasi tempat mangkal Bu Neni, Neng Ija, dan Nona Grida. Sekilas diliriknya para ibu penguasa opini kampung itu. Mata mereka melotot, namun segera dikamuflase dengan senyum tipis.

"Eh, cah ayu!" Bu Neni melembutkan suaranya bak putri keraton.

"Mangga atuh, mampir!" Neng Ija berseru, tampak ramah namun penuh arti.

"Jangan sampai kesandung got, Jessi!" Nona Grida berucap datar, tegas, dan dingin.

Huhhhh... Pagi-pagi udah bikin rusuh aja!

***

Bangkai!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun