AI memang cerdas, tapi belum bijak. Ia bisa membaca data, tapi belum mampu menangkap makna. Ia bisa menilai skor, tapi belum bisa merasakan nilai.
Nilai tidak diukur dari seberapa sering ia terdengar, tapi dari seberapa kuat ia terasa dan dilakukan.
Arga tahu bahwa simfoni yang ia mainkan dua puluh tahun lalu kini akan berakhir dengan nada yang penuh ketegangan, dan mungkin, kebenaran.
Simbiosis mutualisme sejati tercipta ketika perusahaan menanamkan budaya kolaboratif yang inklusif.
Perusahaan di Indonesia terjangkit "unicorn candidate syndrome". Cari kandidat sempurna itu mitos! Kenapa ekspektasi ini rugikan rekrutmen?
HRD bukan robot—mereka juga manusia. Tapi sistem kerja yang kaku kadang memaksa mereka tampak dingin dan tanpa empati.
Lelah karena weekday yang hectic? Yuk coba “revenge leisure” ala milenial, cara sehat atasi stres tanpa harus kabur jauh-jauh!
Menjadi HRD idaman tak mudah. Artikel ini mengupas tantangan, harapan, dan cara membangun HRD yang adil, empatik, dan relevan.
Bayangan freshgraduate psikologi jadi HRD idaman kandidat yang mengubah sistem rekrutmen, kerja, dan pensiun secara adil dan manusiawi.
Pelajaran dari Fouquet: Sukses karir bukan cuma kerja keras, tapi juga menjaga bos tetap bersinar. Jangan sampai tersaingi atasan seperti dia.
HRD ideal bukan yang galak dan PHP-an, tapi yang manusiawi, transparan, dan profesional. Yuk refleksi bareng di dunia kerja!
Joki Strava dan layanan sewa kantor, dua fenomena butus yang bisa menghasilkan cuan
Pernah nggak kamu bilang “iya” padahal sebenarnya hatimu berteriak “nggak mau”?
Pada setiap budaya yang sehat, pasti ada sistem pengembangan manusia yang visioner. Bukan sekadar mesin administratif, tapi mesin penggerak perubahan.
Rekrutmen kerja seharusnya bukan ruang interogasi. HRD dan kandidat sama-sama manusia yang butuh rasa hormat dan proses yang sehat.
Apresiasi untuk HRD yang komunikatif, empatik, dan objektif. Mereka bukan sekadar menyaring, tapi membangun pengalaman kerja yang manusiawi.
HRD idaman menurut kandidat dan manajemen sering tak sejalan. Bisakah dua ekspektasi itu bertemu di tengah dengan empati dan komunikasi?
HRD yang ideal dapat memproses rekrutmen yang bermartabat dengan mempertemukan dua pihak—perusahaan dan karyawan potensial.
HRD ideal adalah magnet bagi talenta terbaik: komunikatif, objektif, dan empatik. Inilah rahasia jadi HRD idaman yang dicari kandidat.
Kandidat bukan cenayang. HRD yang bijak seharusnya bisa memberikan arahan, bukan hanya menghilang. Yuk, bangun budaya rekrutmen sehat.