Membangun Budaya Korporasi yang Kuat
Budaya sebuah organisasi tidak ditentukan oleh seberapa megah visinya, seberapa panjang nilai-nilainya tertulis di dinding kantor, atau seberapa sering pemimpinnya berpidato tentang integritas. Budaya yang sesungguhnya lahir dari apa yang dilakukan---bukan hanya dari apa yang dikatakan.
Dalam dunia profesional dan spiritual, ada satu titik temu yang sering kali tak disadari, namun sangat kuat: keselarasan antara ucapan dan tindakan. Sebuah prinsip sederhana, namun sering kali paling sulit dijalankan.
Ketegasan Al-Qur'an tentang Konsistensi
Al-Qur'an dalam Surah As-Saff (61) ayat 2--3 memberikan teguran yang sangat keras:
"Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan."
(QS. As-Saff: 2--3)
Ayat ini bukan sekadar peringatan, tetapi sebuah refleksi tajam tentang pentingnya integritas personal. Mengucapkan kebaikan namun tidak mencontohkannya adalah bentuk kemunafikan praktis---dan dalam pandangan spiritual, inilah yang paling dibenci oleh Allah SWT.
Spiritualitas dan Manajemen Modern: Satu Pesan, Dua Dunia
Meski berasal dari dua dunia yang tampak berbeda---spiritualitas Islam dan teori manajemen kontemporer---Surah As-Saff dan prinsip walking the talk memiliki pesan yang sejalan: keselarasan antara ucapan dan tindakan adalah kunci membangun kepercayaan.
Dalam manajemen modern, Carolyn Taylor melalui bukunya Walking the Talk: Building a Culture for Success menyatakan:
"People watch what leaders do more than what they say."
Budaya organisasi tidak terbentuk dari jargon atau slogan indah. Ia lahir dari perilaku nyata, terutama dari para pemimpin. Ketika seorang eksekutif berbicara soal integritas namun tidak mempraktikkannya, maka runtuhlah fondasi budaya itu. Ketika transparansi dipromosikan, tapi kenyataannya informasi disembunyikan, kepercayaan pun luntur.
Apa yang dibenci dalam spiritualitas ternyata juga merusak dalam dunia profesional.