Mohon tunggu...
Herlambang Saleh
Herlambang Saleh Mohon Tunggu... Guru

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

People Pleaser: Ketika Ingin Terlihat Baik Justru Membuat Lelah

15 Juli 2025   13:08 Diperbarui: 15 Juli 2025   13:08 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
People Pleaser (Sumbur" Copilot) 

Pernah nggak sih kamu bilang "iya" padahal dalam hati kamu teriak "nggak mau"? Atau mungkin kamu rela mengorbankan waktu, tenaga, bahkan kesehatan, hanya karena takut dibilang egois atau mengecewakan orang lain?

Kalau iya, bisa jadi kamu sedang terjebak dalam pola yang disebut "people pleaser"---kebiasaan menyenangkan orang lain secara berlebihan, sampai lupa bagaimana menyenangkan diri sendiri.

Tapi... siapa yang salah dalam hal ini? Yuk, kita bahas kenapa kebiasaan ini bisa muncul, apa dampaknya, dan bagaimana cara pelan-pelan keluar dari perangkap yang diam-diam melelahkan ini.

Orang Baik vs People Pleaser

Sekilas, people pleaser terlihat seperti orang yang baik hati: selalu siap membantu, nggak pernah menolak, dan pandai menjaga perasaan. Tapi, bedanya dengan orang baik yang sesungguhnya, people pleaser melakukannya karena takut---takut ditolak, takut bikin orang marah, takut nggak disukai.

Mereka sering kali mengabaikan kebutuhan diri sendiri. Rela begadang demi teman, padahal tubuhnya butuh istirahat. Setuju dengan atasan, meski bertentangan dengan prinsip pribadi. Semakin sering berkorban, semakin besar pula kemungkinan diremehkan.

Kenapa Bisa Jadi Begini?

Kebiasaan jadi people pleaser biasanya terbentuk sejak kecil. Kita mungkin dibesarkan dengan pola pikir: "anak baik itu yang nurut dan nggak banyak protes." Penolakan dianggap durhaka. Keinginan pribadi dianggap egois. Di dunia kerja pun begitu---yang cepat, multitasking, dan "iya terus" biasanya lebih dihargai.

Lama-lama, kita tumbuh dengan perasaan bersalah setiap kali ingin bilang "tidak".

Jadi, Salah Siapa?

Nggak ada yang benar-benar salah. Bisa jadi ini dibentuk oleh lingkungan yang lebih sering menghargai kita saat berkorban, tapi diam saja saat kita lelah. Atau mungkin, kita sendiri belum cukup berani memilih diri kita sebagai prioritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun