Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen (IL) | Di Halte Ini

28 Maret 2020   16:36 Diperbarui: 28 Maret 2020   18:22 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di samping sibuk kuliah, Kinan juga bekerja di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang perpajakan sejak ia masih semester dua. Pernah suatu kali ia bercerita kepadaku, bahwa sebenarnya impian terbesarnya adalah menjadi seorang astronot untuk NASA. Namun hal itu tidak mungkin terwujud karena tubuhnya yang pendek. Terlebih lagi karena ia tidak mengerti banyak tentang astrologi. Oleh karenanya, ia lebih memilih untuk kuliah dengan mengambil jurusan akuntansi. Karena baginya, menjadi seorang publik akuntan jauh lebih masuk akal untuk saat ini.

Dan selain sering berangkat ke kampus dengan menaiki bus dan duduk di bangku yang sama, aku juga beberapa kali menemaninya berangkat ke kantornya. Bahkan ketika ia memintaku untuk menemaninya pulang, aku akan menunggunya di Halte Kilometer 25 Martapura yang memang berada tidak jauh dari tempat kosnya.

Aku dan Kinan berpacaran selama tiga tahun. Dari sejak aku masih duduk di semester dua, hingga aku diwisuda. Banyak hal yang kami lewati. Kami sering bertukar diary untuk mengetahui kejadian-kejadian apa saja yang kami alami di kala kami jarang bertemu. Kami terbiasa bertukar novel. Kami sering melakukan duet bernyanyi lagu dangdut hingga ia tertidur dan yang terdengar kemudian hanyalah suara dengkurannya. Kinan yang menemaniku selama itu. Memberiku semangat bahkan di titik terendah di saat aku kira skripsiku tidak akan rampung tepat waktu. Bahkan di saat kuliahnya sudah selesai, ia memilih untuk tetap berada di kota yang sama agar bisa menemaniku.

Dalam kurun waktu selama itu, tentu beberapa kali kami mengalami pasang surut. Pernah satu kali, di waktu aku tengah kehabisan ide untuk mengisi halaman skripsi, kami bertengkar kecil di teras tempat kosnya. Aku tidak terlalu yakin apa yang membuatku cukup marah kepadanya saat itu. Yang aku ingat adalah aku membentaknya dan aku memintanya untuk mengambilkan semua barang-barangku yang ada di dalam kamarnya: buku diaryku, novel-novelku dan yang lainnya. Untuk kemudian aku juga akan menyerahkan semua benda miliknya yang ada padaku.

Ia mengambilkan semua barang milikku dari dalam kamarnya. Lengkap tanpa ada yang tertinggal. Dan ketika aku mulai beranjak pergi dengan membawa semuanya dari sana, ia tiba-tiba memelukku dari belakang.

"Apalagi, Kin!?"


 "Yakin sudah semuanya?"

"Iya. Sudah."

"Bawa aku bersamamu. Bukankah aku juga milikmu?"

Seketika aku luluh mendengar ucapannya. Aku berbalik dan melihat matanya telah berkaca-kaca. Selain pernah menyia-nyiakan waktu, membuatnya menangis adalah kesalahan terbesar lain yang pernah aku lakukan.

Mengingat saat pertama kali aku menyatakan keinginanku untuk menjadi kekasihnya, aku merasa sungguh menyesal karena sudah melukai perasaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun